Padadasarnya aspal terbuat dari suatu rantai hidrokarbon yang disebut bitumen, oleh sebab itu aspal sering disebut material berbituminous. (contohnya batuan kapur), bekas tanaman (contohnya batu bara). Batuan sedimen dapat juga terbentuk dari produk akhir dari reaksi kimia atau penguapan (contohnya garam dan gipsum) atau kombinasi dari Cekungan Pulau Buton yang dikenal saat ini, merupakan tiga lempeng mikro-kontinen yaitu Pulau Buton, Pulau Muna, dan kepulauan tukang besi yang terlibat dalam suatu tumbukan ganda dengan aktivitas tektonik yang aktif hingga sekarang. Kondisi tektonik ini memberikan kontribusi terhadap kelimpahan mineral aspal bitumen maupun minyak dan gas alam MIGAS di masa yang akan datang. Oleh karena itu, sebagai kearifan lokal maka aspal alam ini harus dioptimalkan pemanfaatannya sebagai sumber ekonomi masyarakat dan cadangan devisa negara. Selain itu keunikan dan keragaman geologi geodiversity dan material ramah lingkungan green material perlu ditransformasikan dalam mendukung kebijakan nasional. Sehingga Asbuton sebagai kearifan lokal yang langka dapat terus lestari keberadaannya. Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for free Percayalah, Bahwa Tuhan telah merencanakan setiap pertemuan-pertemuan hebat sejak jauh-jauh hari. Dengan maksud yang kini belum kita mengerti, dengan maksud yang masih harus kita cari dan pahami. Termasuk pertemuan Anda dengan buku ini. Hari ini. Selamat Berkelana! GERAKAN MENULIS BUKU INDONESIA Sanksi Pelanggaran Pasal 113 Undang-undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta 1 Setiap Orang yang dengan tanpa hak melakukan pelanggaran hak ekonomi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat 1 huruf i untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 satu tahun dan/atau pidana denda paling banyak seratus juta rupiah. 2 Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau pemegang Hak Cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat 1 huruf c, huruf d, huruf f, dan/atau huruf h untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 tiga tahun dan/atau pidana denda paling banyak lima ratus juta rupiah. 3 Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau pemegang Hak Cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat 1 huruf a, huruf b, huruf e, dan/atau huruf g untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 empat tahun dan/atau pidana denda paling banyak satu miliar rupiah. 4 Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud pada ayat 3 yang dilakukan dalam bentuk pembajakan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 sepuluh tahun dan/atau pidana denda paling banyak empat miliar rupiah. MENGENAL POTENSI KEARIFAN LOKAL BATUAN ASPAL ALAM PADA CEKUNGAN PULAU BUTON INDONESIA BAGIAN TIMUR Arisona Untuk Anak-anakku Zakiah, Yazid, Azzam, Yahya dan istri ku Nurmala yang senantiasa mendampingi ku Mengenal Potensi Kearifan Lokal Batuan Aspal Alam Pada Cekungan Pulau Buton Indonesia Bagian Timur Copyright © Arisona Penulis Arisona Editor Ryan Anggara Penata Letak Dimas Ridho Penata Sampul David Prasetyo Putro Cetakan Pertama, Januari, 2021 xii + 102 hal; 15,5 x 23 cm ISBN 978-623-298-403-5 GERAKAN MENULIS BUKU INDONESIA Diterbitkan oleh CV KEKATA GROUP Anggota IKAPI Jalan Sumbing Raya No. 27 B, Mojosongo, Kec. Jebres Surakarta, Jawa Tengah 57127 Dicetak oleh Percetakan CV Kekata Group Isi di luar tanggung jawab percetakan Katalog Dalam Terbitan Hak cipta dilindungi Undang-Undang All Right Reserved Dilarang mengutip atau memperbanyak sebagian atau Seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari penerbit vi KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah Subhanahu wa ta’ala, dengan tersusunnya buku ini berjudul “Mengenal Potensi Kearifan Lokal Batuan Aspal Alam Pada Cekungan Pulau Buton Indonesia Bagian Timur”, atas karunia-Nya sebagai sumber kekayaan alam berlimpah, yang tidak dimiliki daerah lain yang ada di Indonesia. Cekungan Pulau Buton yang dikenal saat ini, merupakan tiga lempeng mikro-kontinen yaitu Pulau Buton, Pulau Muna, dan kepulauan tukang besi yang terlibat dalam suatu tumbukan ganda dengan aktivitas tektonik yang aktif hingga sekarang. Kondisi tektonik ini memberikan kontribusi terhadap kelimpahan mineral aspal bitumen maupun minyak dan gas alam MIGAS di masa yang akan datang. Oleh karena itu, sebagai kearifan lokal maka aspal alam ini harus dioptimalkan pemanfaatannya sebagai sumber ekonomi masyarakat dan cadangan devisa negara. Selain itu keunikan dan keragaman geologi geodiversity dan material ramah lingkungan green material perlu ditransformasikan dalam mendukung kebijakan nasional. Sehingga Asbuton sebagai kearifan lokal yang langka dapat terus lestari keberadaannya. Kami ucapkan terima kasih kepada segenap pihak yang mendukung penerbitan buku ini. Kami berharap buku ini menjadi referensi bagi peneliti, pemerintah, pelaku usaha pertambangan, lingkup pendidikan serta masyarakat yang ingin mengenal keberadaan Asbuton sebagai sumber kekayaan alam yang langka dan unik. “Tak ada gading yang tak retak”, buku ini jauh dari kesempurnaan, sehingga perlu masukan yang kontruktif dari berbagai pihak. Kendari, 2020 Penulis vii DAFTAR ISI KATA PENGANTAR ......................................................................................................... vi DAFTAR ISI ........................................................................................................................ vii BAB 1 PENDAHULUAN ................................................................................................... 1 Aspal Alam Sebagai Kearifan Lokal yang Langka di Cekungan Pulau Buton ................................................................................................................ 1 Sekilas Skematik Pembentukan Aspal dan Proses Terjadinya Asbuton ......................................................................................................................... 3 Mengenal Formasi Batuan Dan Struktur Geologi Aspal Di Cekungan Pulau Buton ....................................................................................... 21 Mengenal Geologi Regional Cekungan Pulau Buton Sebagai Daerah Deposit Batuan Aspal Alam ............................................................. 31 Mengenal Endapan Batuan Pembentukan Aspal Alam Cekungan Pulau Buton Dari Berbagai Formasi Geologi .......................................... 34 BAB 2 PROSES PEMBENTUKAN BATUAN ASPAL DI CEKUNGAN PULAU BUTON DAN POTENSI CADANGANNYA .............................................................. 42 Proses Pembentukan Batuan Aspal Alam ................................................. 42 Cekungan Buton dan Hubungannya Dengan Batuan Pembawa Aspal ............................................................................................................................. 43 Potensi Cadangan Batuan Aspal Alam ....................................................... 46 BAB 3 GENESA DAN KOMPOSISI KIMIA BATUAN ASPAL ALAM DI PULAU BUTON ................................................................................................................................ 48 Pembentukan Lapisan Batuan Aspal Alam Secara Umum ............... 48 Genesa endapan batuan aspal alam di Pulau Buton ............................ 49 Komposisi Kimia Batuan Aspal Alam Di Pulau Buton ........................ 51 Karakteristik Asbuton dan Pemanfaatanya ............................................. 56 BAB 4 PROSPEK DAN KEBERLANJUTAN MASA DEPAN ASBUTON SEBAGAI POTENSI KEARIFAN LOKAL YANG LANGKA ................................. 60 viii Tantangan dan Persaingan Pasar Global Pengembangan Masa Depan Asbuton Dalam Perspektif Sejarah Eksplorasi Masa Lalu....................................................................................................................................... ..60 Masa depan Asbuton sebagai potensi kearifan lokal dalam perspektif diversifikasi sebagai sumber bahan bakar alternatif...................................................................................................................................... ...65 BAB 5 TELAGA ASPAL ALAM DI CEKUNGAN PULAU BUTON SEBAGAI DEPOSIT WARISAN LOKAL YANG LESTARI DAN PROSPEK GEOWISATA ALAM YANG MENAKJUBKAN PERSPEKTIF MASA LALU DAN MASA AKAN DATANG ............................................................................................................... 70 Telaga Aspal Alam Cekungan Buton Sebagai Warisan Yang Menakjubkan ........................................................................................................... 70 Potensi Asbuton Dalam Persfektif Pengembangan Masa Akan Datang .......................................................................................................................... 75 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................ 93 PROFIL PENULIS .......................................................................................................... 103 ix DAFTAR GAMBAR Gambar 1. Skema proses pembentukan aspal dan Asbuton di Pulau Buton…………………………………………………...…………………………3 Gambar 2. Skematik hasil proses ektraksi aspal alam pulau Buton meliputi saturates, aromatics, resins dan asphaltenes…….....6 Gambar 3. Aspal alam di Trinidad dan Tobago sebagai aspal danau…...6 Gambar 4. Aspal alam di Danau Pitch di Desa La Brea, di wilayah barat daya Trinidad, Afrika………………………...………………....................7 Gambar 5. Aspal alam Asbuton sebagai aspal Gunung, Desa Winning, Kecamatan Pasarwajo-Buton…………………………………………...7 Gambar 6. Eksplorasi Aspal alam pada kawasan pegunungan……………8 Gambar 7. Proses destilasi minyak bumi hingga menghasilkan aspal dalam bentuk aspal cair, aspal keras, dan aspal emulsi…………………………………………………………………………..…9 Gambar 8. Aspal buatan dari hasil penyulingan minyak mentah dalam bentuk aspal residu yang disebut dengan bitumen serta penyaringan kotoran dari bitumen mengahasilkan aspal murni …………………………………………………………………….……..10 Gambar 9. Aspal modifikasi sebagai hasil pencampuran bahan tambah yang disebut dengan Polymer………………………………………,..11 Gambar 10. Aspal sebagai Blended material untuk pengikat pada perlapisan perkerasan jalan raya hasil produk modifikasi………………………………………………………………...…...12 Gambar 11. Aplikasi aspal struktur yang berfungsi sebagai penyediaan kekuatan struktur agar penyebaran beban merata di lapisan jalan dengan beban dinamis dan statis melalui lapisan agregat ke subbase dasar…………………………………………….….13 Gambar 12. Peta cekungan Pulau Buton, zona tumbukan Neogen……...15 Gambar 13. A. Rembesan aspal di Cekungan Buton………………….…………16 B. Lelehan Aspal pada Singkapan dalam bentuk ter cair Gambar 14. A & B Aspal yang berasosiasi dengan lapisan batupasir kasar Napal/Ultrabasa dan Aspal yang berasosiasi dengan lapisan batu gamping kalkarenit; C & D Asbuton dalam matriks batuan………………………………………………………………17 x Gambar 15. Hasil ekstraksi aspal murni dari aspal buton padaperlapisan jalan A Asbuton Granular B Lokasi Tambang asbuton blok Lawele C Aplikasi Perlapisan Asbuton pada jalan protokol ………………………………………………………………………....................19 Gambar 16. Kepingan benua di bagian timur Sulawesi pada cekungan Pulau Buton dan Tukang Besi dan pulau-pulau sekitarnya……………………………………………………………………..22 Gambar 17. Peta jalur jalur tektonik dan stratigrafi pada cekungan buton hingga Banda Arc pada pertemuan tiga lempeng terbesar lempeng Benua Eurasia, Lempeng Benua Australia dan Lempeng Samudera Pasifik …………………............….....................23 Gambar 18. Peta struktur geologi kepulauan Muna dan Buton yang menunjukkan imbas pergerakan lempeng terhadap tumbukan tektonik disekitarnya………………………………….…26 Gambar 19. Stratigrafi Pulau Buton. Hiatus antara formasi batuan menunjukkan stratigrafi tektono dari sekuens batuan dalam event tektonik dan sedimentologi. Sampolakosa-1s dan Bulu-1s merupakan sumur eksplorasi yang di bor pada pencarian minyak bumi unbiodegraded………………………….29 Gambar 20. a. Celah gap tabrakan collision Buton-Tukang Besi dengan Muna pada mikro kontinen dan b. Prospecting minyak pada cekungan endapan batuan aspal di pulau Buton……………………………………………………………………………31 Gambar 21. Peta regional anjungan kepulauan Buton -Tukang Besi dalam tumbukan Lengan bagian tenggara antara mikro-kontinen Buton–Tukang Besi…………..…………………....................……….....32 Gambar 22 Peta Sebaran batuan permukaan di Pulau Buton dari berbagai tipe formasi……………………………………….…………....33 Gambar 23 Kolom Kesebandingan Stratigrafi Regional cekungan Pulau Buton……………………………………………………...…………….………35 Gambar 24 Kolom Stratigrafi Regional Pulau Buton……………………….…39 Gambar 25 Benteng keraton Buton sebagai budaya kearifan lokal terluas di dunia dan sejarah pengelolaan Asbuton Pertama kali oleh Kesultan Buton………………………...…………………...................…...61 xi Gambar 26 Potret Pegunungan aspal alam Pulau buton dalam bingkai perpaduan eksotik alamiah………………………………………....…62 Gambar 27 Deposit batuan aspal alam di Pulau buton sebagai Potensi kearifan lokal………………..............................................................…...63 Gambar 28 Penampang Geologi telaga asbuton pertama kali dibuat oleh Hetzel .…………………………………………………………….……………69 Gambar 29 Contoh aplikasi aspal emulsi……..…………………………..……..…76 Gambar 30 a kurva distribusi ukuran partikel Asbuton Emulsi b mikrostruktur Asbuton emulsi ………………………………………77 Gambar 31 Peta Geologi cekungan Pulau Buton……………………….……..…81 Gambar 32 Pulau Buton dan Tukang Besi yang dipandang sebagai mikrokontinen yang bertumbukan di timur indonesia dan terletak di lengan bagian tenggara sulawesi/SE…………..….84 Gambar 33 Wilayah konservasi aspal alam Buton Lawele dan Kabungka……………………………………………………….………….….85 Gambar 34. Geologi Lembar Cekungan Buton dengan berbagai tipe formasi……………………………………………………………………….…85 Gamba 35. Skematik Pembelajaran Kontekstual Asbuton sebagai kearifan lokal………………………………………………….…90 xii DAFTAR TABEL Tabel 1 Data Singkapan aspal Pulau Buton…………………………………..…...42 Tabel 2 Komposisi Kimia Mineral Asbuton……..………………………………...51 Tabel 3 Sifat-Sifat Senyawa Penyusun Bitumen Asbuton………...…...........52 1 BAB 1 PENDAHULUAN Aspal Alam Sebagai Kearifan Lokal yang Langka di Cekungan Pulau Buton Eksplorasi aspal alam di cekungan Pulau Buton telah menjadi bagian literasi peradaban sejarah nusantara sebagai kearifan lokal yang tidak dimiliki daerah lain di Indonesia. Harta karun yang terpendam bernilai jutaan ton deposit aspal merupakan sumber kekayaan alam yang berlimpah dan langka. Dari berbagai penelitian ahli geologi, diperkiran cadangan aspal alam di cekungan pulau buton berkisar 650 juta ton. Ini memberikan makna bahwa jika kebutuhan aspal secara nasional 1,2 juta ton per tahun atau rerata 1 juta ton per tahun, maka dapat diestimasi bahwa aspal alam Pulau Buton tidak akan habis dieksplorasi hingga 650 tahun. Hampir 80% cadangan aspal berada di Pulau Buton dan 20% di negara lain Departemen PU, 2006, dan ini menjadikan Pulau Buton sebagai penghasil Aspal alam terbesar di dunia. Kualitas kadar aspal Pulau Buton tidak kalah bersaing dengan aspal alam yang ada di luar negeri, seperti Trinidad, Tobago, Meksiko, Kanada, Albania, Irak, dan Negara Timur Tengah lainnya. Tercatat bahwa kadar aspal di Pulau Buton berkisar 15 % hingga 40 %. Ini merupakan kadar aspal alam yang cukup besar jika dibandingkan dengan kadar aspal alam negara lain yang berkisar kurang dari 15 %. Potensi lain yang dimiliki cekungan Pulau Buton adalah adanya kandungan minyak, yang ditaksir berkisar 60 liter/ton Indrato, 2019. Ini bisa diasumsikan bahwa dalam satu ton bongkahan batuan aspal terdapat 60 liter minyak. Jika deposit aspal alam Pulau Buton sekitar 650 juta ton, maka cadangan minyaknya berkisar 39,000 juta liter. Hal ini cukup menjanjikan bagi masa depan Asbuton untuk mensuplai penyediaan aspal nasional 1,2 juta ton pertahun dan mengurangi ketergantungan impor aspal minyak mentah crude oil dalam bentuk aspal residu. 2 Bentangan geomorfologi cekungan Pulau Buton menjadi suatu keunikan tersendiri, karena berbagai keragaman geologi geodiversity dan dianggap sebagai endapan batuan tertua di nusantara bagian Timur Indonesia. Dengan berbagai tipe formasi yang melingkupinya, dan di duga sebagai zona terbentuknya batuan aspal alam yang dikenal sebagai Asbuton. Juga tidak kalah menariknya adalah adanya covering area dengan struktur geologi yang berkembang terdiri dari antiklin, sinklin, sesar anjak, sesar normal dan sesar geser mendatar. Bahkan memiliki sejarah tektonik yang masih aktif hingga sekarang. Potensi ini tentu bisa bernilai ekonomis dengan menjadikannya covering area sebagai geowisata alamiah dengan segala kompleksitas geologi yang berkembang pada cekungan tersebut. Keunikan Asbuton sebagai kearifan lokal sumber daya alam bukan saja dikenal sebagai aspal berwarna hitam kecoklatan, tetapi juga aspal yang berwarna putih dengan kandungan Kalsium Karbonat CaCO3 sebesar 60% hingga 80% yang dapat dijadikan sebagai material pencampur semen dan bahan konkrit bangunan lainnya. Batuan aspal alam ini sangat unik di bandingkan dengan bahan mineral tambang lainnya. Karena karakteristik batuan aspal ini adalah mengandung mineral dan bitumen, yang bermanfaat sebagai bahan pengisi campuran mineral lainnya dan pengikat perekat aspal untuk jalan. Harapan masa depan Asbuton sebagai kearifan lokal yang langka dan lestari. Tentunya Asbuton bisa menjadi produk yang bersaing melalui inovasi diversifikasi energi dan berbagai modifikasi pemanfaatannya sebagai produk material lokal yang ramah lingkungan green material. Pada akhirnya dapat menjadi jalan bagi Indonesia untuk mencapai swasembada energi nasional. Oleh karena itu, sebagai kearifan lokal yang langka dan merupakan bagian sumber daya alam Indonesia, Asbuton sebagai kekayaan alam yang sangat melimpah di Kawasan Indonesia Timur-Sulawesi Tenggara harus di berdayakan pemanfaatannya bagi kemakmuran masyarakat. Sebagaimana dalam Pasal 33 Undang-Undang Dasar UUD 1945, mengamanatkan bahwa “Bumi dan air serta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”. Amanat UUD 1945 ini merupakan landasan pembangunan 3 pertambangan, khususnya pemanfaatan potensi Asbuton sebagai kekayaan sumber daya alam secara optimal dalam mendukung pembangunan nasional yang berkelanjutan. Sekilas Skematik Pembentukan Aspal dan Proses Terjadinya Asbuton Cekungan Pulau Buton diyakini sebagai penghasil aspal alam terbesar di dunia, yang terbentang luas di hamparan pegunungan berupa batuan aspal. Secara hierarki dapat dilihat pada bagan skematik Gambar 1. Alur skematik ini memberikan deskripsi pembentukan Asbuton dalam kerangka proses pembentukan aspal secara khusus. Juga sebagai pengetahuan awal dalam memahami Aspal alam Pulau Buton sebagai aspal gunung dalam bentuk batuan rock asphalt, serta proses dan karakteristik aspal yang dihasilkan minyak bumi sebagai aspal buatan. Gambar 1. Skema proses pembentukan aspal dan Asbuton di Pulau Buton 4 Secara umum pengertian aspal adalah material organik dalam bentuk hidrokarbon yang dapat diperoleh secara langsung di alam aspal alam dan aspal dengan proses tertentu secara artifisial disebut dengan aspal buatan. Menurut sifat kekerasannya, aspal alam ini dibagi dalam tiga kelompok, yaitu aspal batuan Asbuton, aspal plastis/danau Trinidad, aspal cair Bermuda. Sedangkan menurut kemurniannya, aspal alam dibagi menjadi aspal murni Bermuda dan aspal tercampur dengan mineral Asbuton dan Trinidad. Aspal buatan pada dasarnya terbentuk dari proses pengolahan minyak bumi, seperti aspal keras/aspal panas, aspal cair, aspal emulsi dan ter Trisunaryanti, 2018. Minyak bumi pada dasarnya merupakan suatu proses geologi yang terperangkap di dalam bumi, sedangkan Asbuton pada dasarnya adalah minyak bumi yang naik merembes ke permukaan selama ribuan tahun. Minyak bumi yang dikenal saat ini terdiri Paraffin base crude oil merupakan minyak bumi berkadar parafin tinggi; Asphaltene crude oil Naphtene merupakan minyak bumi berkadar parafin rendah; Mixed crude oil merupakan minyak bumi dengan campuran dari paraffin dan asphaltene crude oil Nuryanto dan Sutrisno, 2010. Sebagaimana karakteristik aspal pada umumnya, aspal keras/aspal panas merupakan jenis aspal yang mengalami padatan pada kondisi suhu ruang dan perlu dipanaskan sebelum digunakan. Aspal biasa juga dikenal sebagai asphal cement AC karena memiliki karakteristik seperti semen pada kontruksi konkrit beton, yang berfungsi sebagai perekat agregat dan pengisi material campuran. Aspal cair merupakan aspal keras yang diberi pelarut dan kadang di campur dengan residu dari destilasi penyulingan minyak mentah. Aspal ini memiliki karakteristik mudah mengalir diantara agregat dan memudahkan dalam proses pelaksanaannya. Aspal emulsi merupakan karakteristik aspal cair dan dapat menembus pori batuan yang halus dan tidak dapat di terobos oleh aspal cair biasa. Aspal ini memiliki karakteristik pelarut yang membawa aspal dalam emulsi yang memiliki daya tarik yang kuat, ketika batuan berpori agak lembab. Inovasi aspal emulsi ini bisa menjadi blended technology untuk Asbuton sebagai material aspal yang ramah lingkungan green material. 5 Pada dasarnya aspal minyak bumi bahan baku utamanya adalah asphaltene dan sedikit parafin. Sifat parafin pada umumnya tidak banyak disukai dalam pemakaian material aspal karena mudah terbakar dan memiliki daya lekat yang lemah tidak kuat dalam campuran agregat aspal. Asbuton merupakan aspal alam yang berupa batuan mengandung mineral dan bitumen dengan ukuran butir bervariasi. Dari segi proses, Asbuton berasal dari endapan minyak bumi yang mengalami proses destilasi alami yang di tempa dalam waktu yang lama dan terus menerus. Asbuton pada dasarnya tidak langsung dapat digunakan sebagaimana definisi aspal pada khususnya. Asbuton ini perlu diekstraksi dan dimodifikasi dari batuan aspal itu sendiri Gambar 2, mengingat karakteristik Asbuton adalah memiliki daya kekenyalan dan titik leleh yang tinggi, serta daya penetrasi yang rendah. Diharapkan dengan modifikasi, dapat menjadikan Asbuton sebagai aspal berkualitas yang memiliki karaktersistik daya tahan durability yang tinggi, yaitu aspal yang memiliki kemampuan untuk mempertahankan sifat aslinya sebagai pengikat agregat dari pengaruh cuaca semasa penggunaanya sebagai perlapisan jalan. Memiliki sifat Adhesi yaitu kemampuan daya ikat yang kuat dalam agregat campuran, dan sifat kohesi yaitu kemampuan aspal dalam mempertahankan ikatan aspal dengan aspal yang melekat pada agregat untuk tetap di tempatnya. Asbuton diharapkan memiliki sifat peka terhadap temperatur dengan karakteristik termoplastik yaitu aspal akan padat pada suhu rendah dan meleleh pada suhu tinggi. 6 Gambar 2. Skematik hasil proses ektraksi aspal alam pulau Buton meliputi saturates, aromatics, resins dan asphaltenes Nuryanto dan Sutrisno, 2009 Deskripsi jenis aspal baik yang berasal dari aspal alam Gambar 3,4,5,6 maupun aspal buatan Gambar 7,8,9,10,11, yang telah dieksplorasi pemanfaatanya sebagai bahan material aspal. Gambar 3. Aspal alam di Trinidad dan Tobago sebagai aspal danau 7 Gambar 4. Aspal alam di Danau Pitch di Desa La Brea, di wilayah barat daya Trinidad, Afrika Bettina et al., 2012. Gambar 5. Aspal alam Asbuton sebagai aspal Gunung, Desa Winning, Kecamatan Pasarwajo-Buton tambang-aspal-di-buton 8 Gambar 6. Eksplorasi Aspal alam pada kawasan pegunungan 9 Gambar 7. Proses destilasi minyak bumi hingga menghasilkan aspal dalam bentuk aspal cair, aspal keras, dan aspal emulsi 10 Gambar 8. Aspal buatan dari hasil penyulingan minyak mentah dalam bentuk aspal residu yang disebut dengan bitumen serta penyaringan kotoran dari bituemen mengahasilkan aspal murni 11 Gambar 9. Aspal modifikasi sebagai hasil pencampuran bahan tambah yang disebut dengan polymer 12 Gambar 10. Aspal sebagai Blended material untuk pengikat pada perlapisan perkerasan jalan raya hasil produk modifikasi 13 Gambar 11. Aplikasi aspal struktur yang berfungsi sebagai penyediaan kekuatan struktur agar penyebaran beban merata di lapisan jalan dengan beban dinamis dan statis melalui lapisan agregat ke subbase dasar 14 Selayang Pandang Keunikan Asbuton Sebagai Potensi Kearifan lokal Pulau Buton yang terletak di jazirah Sulawesi Tenggara pada bagian Timur Indonesia, memiliki kandungan potensi kearifan lokal local wisdom secara alami berupa batuan aspal alam Natural Asphalt Rock dan dikenal sebagai sebutan Asbuton Aspal Buton. Pulau ini memiliki panjang sekitar ±155 km dan lebarnya berkisar antara 15 km hingga 60 km Jamaludin dan Emi, 2018. Sejarah pulau Buton telah lama dikenal sebagai sumber deposit aspal alam terbesar di dunia. Ahli geologi Belanda bernama Hetzel, menemukan deposit aspal alam di pulau Buton pada tahun 1920. Dia menyelesaikan peta deposit aspal alam pertama Pulau Buton pada tahun 1936 Satyana et al. 2013; Widhiyatna et al. 2006; Tobing 2005. Pulau Buton Gambar 12 berada di zona tumbukan Neogen yang merupakan sebagian besar margin timur Sulawesi Satyana et al. 2013. Pulau ini menempatkan platform tukang besi pada cekungan Buton dan platform Sula pada cekungan Timur Sulawesi, yang merupakan tumbukan Miosen dari micro-continent pada zona subduksi Watkinson et. al, 2011; Surono, 2010. Sebagai hasil dari tumbukan ini, lembar ophiolite Sulawesi bagian timur didorong di atas batas platform Satyana et al. 2013; Arisona et al., 2016. Batuan aspal alam cekungan Buton ini dibentuk oleh aktivitas tektonik pada wilayah deposit minyak bumi. Deposit ini berasal host rock batuan induk yang bermigrasi ke batuan sekitarnya seperti batu kapur dan batu pasir Mery et al. 2013. Menurut Milson 2000 bahwa batu kapur berasal dari formasi Tondo dan batu berpasir dari formasi Sampolakosa. Sumber kedua formasi tersebut, kemungkinan berasal dari formasi Winto Trias atas dan dianggap sebagai formasi yang mengandung padatan bitumen Satyana et al. 2013. Sedangkan batuan sedimen yang mengandung zat hidrokarbon tinggi terjadi secara alami di daerah selatan Pulau Buton Suryana dan Tobing 2003. Stratigrafi cekungan pulau Buton dikelompokkan ke dalam urutan pengaturan stratigrafi tektonik dan peningkatan selanjutnya diiringi oleh pengembangan batuan karbonat pada formasi Wapulaka Mery et al. 2013. Satyana et al. 2013 berpendapat 15 bahwa formasi Winto dan Ogena mengandung bahan organik yang melimpah, sebagai sumber hidrokarbon. Gambar 12. Peta cekungan Pulau Buton, zona tumbukan Neogen Davidson,1991 16 Asbuton Gambar 13 yang dikenal saat ini merupakan batuan aspal alam yang memiliki keunikan tersendiri dan menarik untuk dikaji keberadaanya. Batuan aspal alam ini hanya ada di Pulau Buton dan tidak ada di daerah lain di Indonesia. Selain itu, karakteristik batuan aspal ini adalah mengandung mineral dan bitumen, yang bermanfaat sebagai bahan pengisi campuran mineral lainnya dan pengikat perekat aspal untuk jalan. Selain itu Asbuton berbentuk padat dan terbentuk secara alami akibat proses geologi. Proses terbentuknya Asbuton berasal dari minyak bumi yang muncul melalui rekahan atau patahan ke permukaan menyusup di antara batuan yang porous Arisona et al., 2016. Fenomena terbentuknya aspal ini berkaitan dengan kondisi jenis dan tipe batuan yang terendapkan di daerah tersebut. Tiadanya jenis batuan klastik halus di Pulau Buton, seperti lapisan batu lempung sebagai lapisan penutup cap rock, mengakibatkan hilangnya ataupun terbuangnya larutan gas dan minyak bumi ke permukaan dan menyisakan larutan aspal berat yang terperangkap dalam batuan reservoir Hadiwisastra, 2009. Kelimpahan aspal dan rembesan minyak mengindikasikan bahwa cekungan Pulau Buton mengandung banyak hidrokarbon yang sudah matang Jamaludin dan Emi, 2018. Gambar 13. A. Rembesan aspal di Cekungan Buton 2016 B. Lelehan Aspal pada Singkapan dalam bentuk ter cair Widhiyatna dkk, 2006 18 Dalam beberapa literatur menyatakan bahwa batuan aspal alam yang ada di Pulau Buton gambar 14 merupakan material yang berwarna coklat gelap sampai hitam, bersifat sebagai perekat berbentuk padat atau semi padat yang sebagian besar terdiri dari bitumen yang terjadi di alam dari proses pengilangan minyak bumi, juga terdapat “asphaltenes” yaitu fraksi bitumen yang tidak larut dalam prafin naphtha. Sedangkan bitumen merupakan senyawa hidrokarbon yang terjadi secara alamiah, pada umumnya terdapat bersamaan dengan senyawa-senyawa non metal, dapat berbentuk gas, cair, padat atau semi padat yang seluruhnya larut dalam karbon disulfida Satyana et al, 2013 dan Arisona, 2016. Gambar 14. A & B Aspal yang berasosiasi dengan lapisan batupasir kasar Napal/Ultrabasa dan aspal yang berasosiasi dengan lapisan batu gamping kalkarenit Hadiwisastra, 2009; C & D Asbuton dalam matriks batuan Tamrin,2016. 19 Asbuton dari sisi geografis dan geologi merupakan deposit aspal alam terbesar di dunia dibandingkan aspal alam lainnya, seperti danau Pitch di Trinidad, oil sand di Canada, Perancis dan Mesir Renstra Loka Litbang Asbuton, 2018. Selain itu, memiliki nilai ekonomis tinggi dan dapat dimanfaatkan sebagai bahan pengikat pada perkerasan jalan menggantikan aspal minyak Trisunaryanti, 2018. Namun, pemanfaatan Asbuton hingga saat ini masih belum optimal yang disebabkan oleh penggunaan teknologi yang tidak tepat. Saat ini, teknologi yang digunakan dalam pemanfaatannya hanya digunakan untuk memproses Asbuton menjadi satu campuran aspal dengan kualitasa kurang efisien dan relatif sulit pada pengaplikasiannya. Untuk itu berbagai penelitian dikembangkan untuk mendapatkan aspal buton murni bitumen yang dilakukan dengan cara pemisahan ekstraksi aspal murni dari batuan aspal buton Gambar 15. Hasil ekstraksinya selanjutnya dapat digunakan sebagai pengganti aspal keras atau sebagai bahan aditif untuk memperbaiki karakteristik aspal keras. Kualitas dari Asbuton pada khususnya, menjadi indikator utama dalam pemanfaatan dan pengembangannya. Secara fisis kualitas yang dimaksud menyangkut ketidakseragaman produk yaitu kadar aspal dan kadar air yang bervariasi, serta migrasi bitumen ikutan yang sangat lambat yang disebabkan karena bitumen aspal buton terlingkupi dalam suatu matriks batuan Diharjo, dkk. 2017; Arisona et al., 2016, Satyana et al., 2013. Disamping itu, kondisi geologi dan topografi setempat menjadi hal penting yang mempengaruhi keadaan batuan aspal itu sendiri. Sehingga mempengaruhi sifat rheology batuan aspal alam di Pulau Buton, terutama pada komponen penyusun mineralnya dan komposisi senyawa Asbuton tersebut. 20 Gambar 15. Hasil ekstraksi aspal murni dari aspal buton pada perlapisan jalan A Asbuton Granular B Lokasi Tambang asbuton blok Lawele C Aplikasi Perlapisan Asbuton pada jalan protokol Sejumlah penelitian telah dilakukan untuk mengkarakterisasi bitumen Asbuton, seperti material pengganti atau sebagai bahan tambah di dalam campuran beraspal. Material aspal ini digunakan untuk mengikat batuan agar tidak lepas dari permukaan jalan akibat lalu lintas water proofing protect terhadap erosi Diharjo dkk.,2017. Selain itu juga digunakan sebagai bahan pelapis dan perekat agregat lapisan material jalan raya Suaryana dkk., 2018. Karakterisasi aspal buton kebanyakan dilakukan dengan analisis kimia dengan menggunakan berbagai macam pelarut Susianto dkk., 2016. Optimalisasi pemanfaatan asbuton, seperti Asbuton butir atau mastic Asbuton, Aspal yang dimodifikasi dengan Asbuton dan bitumen Asbuton hasil ekstraksi yang dimodifikasi, baik secara fabrikasi maupun secara manual Suaryana belum memberikan hasil yang optimal mengenai kualitas yang dimiliki oleh Asbuton. Selain itu metode-metode yang telah dilakukan para peneliti sebelumnya ternyata belum ada yang berhasil diterapkan dalam skala industri. 21 Cadangan deposit Asbuton yang besar dan bernilai ekonomi tersebut, belum dimanfaatkan secara maksimal untuk pembangunan. Di samping digunakan sebagai infrastruktur lapisan jalan, juga manfaat lain yang tidak kalah pentingnya adalah kandungan unsur dan senyawa mineral pada batuan aspal alam tersebut yang bermanfaat sebagai material aditif dan subtitusi. Sehingga fungsi Asbuton dapat berperan ganda yaitu sebagai bahan tambah dan sekaligus sebagai bahan substitusi aspal minyak. Sebagai bahan tambah additive, penggunaan Asbuton dimaksudkan untuk meningkatkan mutu aspal minyak atau campuran aspal minyak. Sedangkan sebagai bahan substitusi, penggunaan Asbuton dimaksudkan untuk menggantikan fungsi aspal minyak baik sebagian ataupun seluruhnya Suaryana dkk., 2018. Keunikan lainnya yang bisa di telusuri di Pulau Buton adalah keberadaan tektonik yang berkembang sejak Pra-Miosen Formasi Tondo sampai pada Formasi Sampolakosa. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Arifin dan Naibaho 2015 bahwa proses tektonik yang masih aktif sampai sekarang dapat memperkaya keberadaan mineral maupun migas di masa yang akan datang. Potensi migas yang masih diteliti hingga sekarang adalah migas yang terdapat di cekungan Pulau Buton. Mengenal Formasi Batuan Dan Struktur Geologi Aspal Di Cekungan Pulau Buton Penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Sikumbang dkk., 1995, Surono et al.1997 dalam Nainggolan dkk. 2017, dan Smith and Silver 1991 menyatakan bahwa cekungan pulau Buton secara administratif terletak di posisi LS dan 125-125 BT. Cekungan Buton memiliki batas-batas sebagai berikut sebelah utara berbatasan dengan Pulau Wawoni, sebelah selatan berbatasan Laut Flores, sebelah barat berbatasan dengan Kepulauan Muna dan Teluk Bone, sebelah timur berbatasan dengan Laut Banda, dan sebelah tenggara berbatasan dengan Platform Tukang besi Gambar 16. Berdasarkan posisi subduksi platform Tukang Besi terhadap Buton, Cekungan Buton termasuk ke dalam Fore Arc Basin Nainggolan dkk., 2017 22 Cekungan Pulau Buton dari tinjauan geomorfologinya terbagi atas fragmen mikro-kontinen yang berbeda dan terpisah. Satu berada pada bagian timur Pulau Buton dan Tukang Besi sedangkan yang satunya lagi berada pada bagian barat dari Pulau Buton dan Pulau Muna Hamilton, 1979. Berdasarkan data geologi dan data geofisika terkini menunjukan bahwa Buton terdiri atas tiga fragmen mikro-kontinen, yang memiliki hubungan juxtapose menjajarkan dengan cekungan Buton, yaitu Pulau Buton, Muna/SE Sulawesi, dan Tukang Besi. Stratigrafi pulau ini mengindikasikan bahwa setiap fragmen mikro-kontinen memiliki posisi paleogeografi yang berbeda ketika Mesozoik dan Paleogen De Smet et al., 1989 Satyana et al, 2013. Sebagaimana kebanyakan pulau-pulau Banda Arc, Buton dianggap sebagai fragmen yang lepas dari kontinen Australia-New Guinea, terutama berdasarkan korelasi kesamaan fosil-fosil berumur Mesozoik, stratigrafi pre-rift, dan ketika rift. Banyak kesamaan pada sejarah tektonik dan stratigrafi mendukung kesamaan dari pembentukan Buru, Seram, Banggai-Sula, dan Timor Satyana et al, 2013; Nainggolan dkk., 2017; Audley-Charles,1988; De Smet et al.,1989. 23 Gambar 16. Kepingan benua di bagian timur Sulawesi pada cekungan Pulau Buton dan Tukang Besi dan pulau-pulau sekitarnya Surono, 1996 dalam Nainggolan, 2017 Pulau Buton merupakan pulau yang sarat dengan struktur geologi, karena banyaknya aktivitas tektonik yang terjadi secara berulang-ulang dan di duga masih aktif hingga sekarang. Struktur lipatan, kekar dan sesar kecuali pada endapan aluvium, secara umum memotong seluruh batuan pembetukan dan penyusunan daerah cekungan pulau Buton Hadiwisastra, 2009. Keberadaan kekar, sesar-sesar minor, dan sesar-sesar orde berikutnya, inilah yang mendukung impregnasi aspal di cekungan Pulau Buton. 24 Sejarah tektonik dan stratigrafi cekungan Pulau Buton memiliki kesamaan dari kebanyakan pulau-pulau Banda Arc Gambar 17 dicirikan oleh beberapa event, yaitu 1 Event pre-rift dicirikan dengan pengendapan sedimen kontinen pada half-graben, 2 rift event dicirikan dengan adanya pengangkatan, erosi, dan vulkanisme lokal, 3 event drift dicirikan dengan adanya subsidence dan pengendapan sedimen laut terbuka, dan sebuah event tumbukan collision berumur Neogen. Perbedaan yang mendasar antara setiap pulau hanyalah waktu dan durasi dari event-event individual tektonik dan stratigrafi. Gambar 17. Peta jalur jalur tektonik dan stratigrafi pada cekungan buton hingga Banda Arc pada pertemuan tiga lempeng terbesar lempeng Benua Eurasia, lempeng Benua Australia, dan lempeng Samudera Pasifik Davidson, 1991. 25 Deskrifsi di atas menguatkan bahwa proses sedimentasi pada cekungan pulau Buton di kontrol oleh 4 tektonik event Davidson, 1991, yaitu 1 Pre-Rift Perm sampai Akhir Trias. Pengendapan dari sedimen kontinental pada half-graben, dicirikan dengan adanya pengangkatan, erosi, dan vulkanisme lokal. Terjadi penurunan dan pengendapan sedimen laut terbuka diikuti dengan neogen collision. Pada lapisan berumur trias di intrusi batuan beku dan menandakan awal dari rifting, pembentukan patahan ekstensional, dan regional subsidence. 2 Rift-Drift Akhir Trias sampai Oligosen. Periode transisi menuju pada lingkungan laut terbuka dengan sedimentasi pada pasif margin terjadi pada pertengahan sampai akhir jura. Hasil pengendapan klastik-klastik syn orogenic pada cekungan neogen merupakan hasil dari erosi dan sesar naik yang berarah timur akibat pengangkatan lapisan berumur Trias sampai Oligosen. 3 Syn dan Post Orogenic awal Miosen sampai Pliosen terjadi subduksi, kompresi, dan deformasi hingga pertengahan Miosen pada bagian selatan menghasilkan pengangkatan dan erosi dari klastik-klastik syn orogenic berumur awal Miosen sehingga terbentuk unconformity secara regional. Collision dari Pulau Buton-Muna tidak mempengaruhi bagian utara Pulau Buton sampai pertengahan Miosen. Pada akhir pertengahan Miosen sampai akhir Miosen terjadi obduksi sehingga menghasilkan ketidakselarasan atau unconformity. Setelah pertengahan Miosen terjadi sistem sesar geser utama yang memapaskan sedimen dari dua lingkungan yang berbeda. Pada lima juta tahun yang lalu terjadi perubahan deformasi dan gaya struktural yang disebabkan oleh zona subduksi Buton terhadap Muna serta Buton terhadap Tukang Besi. Collision antara Buton dengan Tukang Besi terekam pada lapisan berumur akhir Pliosen. Collision oblique ini menghasilkan pergerakan strike-slip dan dip-slip yang mengakibatkan pengangkatan dan subsidence lokal hingga saat ini Satyana et al., 2013 ; Fortuin et al., 1990. 4 Resen Orogenic, selatan Buton sekarang mengalami pengangkatan sedangkan utaranya mengalami penurunan de Smet et al., 1989. Mikrokontinen Buton pada saat ini juga mengalami transpressive strike-slip terhadap mikroplate Tukang 26 Besi dan Muna, lempeng Buton bergerak ke arah utara. Orientasi en-echelon wrench fault dengan orientasi timur laut yang berhubungan dengan antiklin pada selat Buton mengindikasikan bahwa terjadi pengaktifan kembali paleo strukture zone, pergerakan utamanya sinistral strike-slip. Tektonik yang terjadi di cekungan pulau Buton dimulai sejak Pra-Eosen dimana pola tektoniknya sukar ditentukan disebabkan oleh seluruh batuannya telah mengalami beberapa kali perlipatan dan patahan Jamaludin dan Emi, 2018. Gerak tektonik utama yang membentuk pola struktur hingga sekarang diperkirakan terjadi pada Eosen-Oligosen yang membentuk struktur berarah timur laut-barat daya. Tektonik ini menyebabkan terjadinya sesar mendatar antara Buton bagian utara dan Buton bagian tengah sepanjang Bubu-Matewe yang diperkirakan berhubungan dengan sesar mendatar Palu-Koro. Peristiwa tektonik berikutnya terjadi antara Pliosen-Plistosen yang mengakibatkan terlipatnya batuan Pra-Pliosen. Peristiwa tektonik terakhir terjadi sejak Plistosen dan masih berlangsung hingga saat ini Gambar 18. Tektonik ini mengakibatkan terangkatnya Pulau Buton dan Pulau Muna secara perlahan Hadiwisastra, 2009 dan Satyana et al., 2013. Struktur geologi umumnya merupakan struktur antiklin dan sinklin serta beberapa struktur sesar yang terdiri atas sesar naik dan sesar normal, serta sesar mendatar. Struktur antiklin-sinklin berarah barat daya-timur laut hingga utara-selatan. Struktur ini hampir mempengaruhi seluruh formasi dimana terlihat bahwa seluruh formasi yang ada mengalami pelipatan dengan sudut kemiringan lapisan batuan di bagian timur relatif lebih terjal dibanding dengan di bagian barat. Sesar mendatar umumnya dijumpai di bagian selatan dan memotong Formasi Winto, Formasi Tondo, dan Formasi Sampolakosa. Arah sesar mendatar umumnya tegak lurus terhadap sumbu lipatan yaitu Baratlaut-Tenggara. Sedangkan sesar normal merupakan struktur yang terbentuk paling akhir sebagai struktur patahan sekunder. Berdasarkan data gravity regional dan orientasi timur laut-barat daya sesar naik yang berumur awal Miosen menunjukkan bahwa selatan cekungan pulau Buton mengalami rotasi 450 searah jarum jam. Waktu daripada rotasi belum dapat ditentukan tetapi 27 kemungkinan disebabkan oleh kompresi pada pertengahan Miosen yang disebabkan tumbukan dari Buton-Muna/SE Sulawesi. Titik tumpuan atau rotasi berada pada di laut bagian timur Buton pada Kulisusu Bay. Gambar 18. Peta struktur geologi kepulauan Muna dan Buton yang menunjukkan imbas pergerakan lempeng terhadap tumbukan tektonik disekitarnya Bon and Livsey, 2004 dalam Satyana et al., 2013 28 Berdasarkan literatur yang ada dan peneliti terdahulu, telah mendeskripsikan bahwa di Cekungan Pulau Buton terbagi tujuh formasi batuan, yaitu Formasi Winto, Formasi Ogena, Formasi Tobelo, Formasi Tondo, Formasi Sampolakosa, Formasi Wapulaka, dan Formasi endapan Aluvial Gambar 19. 1. Formasi Winto Formasi Winto terdiri dari batu gamping seperti Pelagik dan Klastik dan endapan “Flish” yang terdiri dari serpih, batu pasir, dan batu gamping pasiran. Batuan ini tersebar pada bagian barat dan bagian selatan, dengan kedudukan batuan berjurus relatif barat daya-timur laut. Batuan dari formasi ini merupakan batuan tertua, berdasarkan fosil yang dijumpai dan di duga berumur Trias Atas Hetzel, 1936. Hetzel menyatakan bahwa adanya rembesan minyak pada batu gamping yang “berbitumen”. 2. Formasi Ogena Formasi Ogena terdiri dari batu gamping berlapis, baik dengan sisipan napal, juga teresapi sebagian oleh aspal. Daerah ini di jumpai di bagian selatan, yaitu sekitar daerah Ulala Hulu Sungai Lawele. Secara Umum batuan dari formasi ini memiliki jurus relatif barat daya-timu laut. Berdasarkan kandungan fosil yang dijumpai, formasi ini diduga berumur “Jura Bawah” Bothe, 1927 dan Hetzel,1936 dalam Villeneuve et al.,2010. Formasi ini secara selaras menindih formasi Winto yang berada dibawahnya. 3. Formasi Tobelo Formasi Tobelo terdiri dari kalsilutit berwarna putih kekuningan, kelabu terang, coklat muda, hingga kemerahan. Daerah ini dijumpai sisipan rijang. Zona-zona struktur dari batuan ini biasanya dijumpai “aspal”. Berdasarkan kandungan fosil yang dijumpai pada formasi ini, diduga berumur kapur Atas-Palaosen Wiryosujono dan Hainim, 1975. Formasi ini secara umum menindih secara tidak selaras batuan yang berada di bawahnya. Batuan ini dijumpai bagian tengah dengan penyebaran relatif berarah barat daya–timur laut, yaitu melintas pada beberapa sungai, yaitu Sungai Lawele, Sungai Sirapuli, Sungai mempenga hingga sungai Batu Awu. 29 4. Formasi Tondo Formasi ini terdiri dari konglomerat, batu pasir, kerikil, batu lanau, dan batu lempung. Batuan ini dijumpai pada bagian tengah, timur dan selatan, dengan penyebaran yang cukup luas. Fragmen dari konglomerat dan batu pasir kerikil didominasi oleh batu gamping dan rijang. Formasi ini dijumapai adanya impregnasi aspal. Berdasarkan kandungan fosil yang dijumpai, formasi ini diduga berumur Miosen Awal-Miosen Tengah Arifin dan Naibaho, 2015. 5. Formasi Sampolakosa Formasi ini terdiri dari Napal Globigerina dan batu gamping Globigerina, serta sisipan kalkarenit. Batuan ini tersebar pada bagian barat, utara dan timur. Formasi ini banyak dijumpai rembesan aspal, terutama di daerah Lawele dan sekitarnya. Berdasarkan kandungan Fosil yang di jumpai, formasi Sampolakosa di duga berumur Miosen Akhir-Pliosen Akhir Wiryosujono dan Haimin, 1975, dan secara selaras menindih formasi Tondo yang berada dibawahnya. 6. Formasi Wapulaka Formasi ini terdiri dari batu gamping terumbu, batu gamping pasiran dan napal. Batuan dari formasi ini tersebar pada bagian utara, yaitu pada wilayah sebelah barat dan selatan Lawele, Laganturu, dan antara Swandala dan Wonco. Batuan ini diduga berumur Pliosen Atas-Holosen Hetzel, 1936. 7. Formasi Endapan Aluvium Formasi ini terdiri dari dari kerikil, pasir, lumpur, gambut, dan endapan rawa. Endapan permukaan ini di jumpai pada daerah sepanjang pantai utara Lawele dan muara sungai disekitarnya. 30 Gambar 19. Stratigrafi Pulau Buton. Hiatus antara formasi batuan menunjukkan stratigrafi tektono dari sekuens batuan dalam event tektonik dan sedimentologi. Sampolakosa-1s dan Bulu-1s merupakan sumur eksplorasi yang di bor pada pencarian minyak bumi unbiodegraded Milsom et al., 1999 dalam Satyana et al., 2013 31 Mengenal Geologi Regional Cekungan Pulau Buton Sebagai Daerah Deposit Batuan Aspal Alam Geologi regional cekungan Pulau Buton telah banyak dibahas oleh beberapa peneliti, sebagai daerah penghasil aspal alam yang terdapat di Indonesia. Pulau Buton merupakan satu bagian dari kepulauan Tukang Besi Jamaludin dan Emi, 2018. Para ahli geologi berpendapat bahwa Kepulauan tersebut sering bersentuhan dengan Kepulauan Mandala di Sulawesi bahagian Timur. Kepulauan Mandala terdiri dari gabungan batuan ultramafik, mafik, dan malihan, sedangkan kepulauan Tukang Besi disusun oleh kelompok batuan sedimen pinggiran benua, serta batuan malihan berumur Permo-Karbon sebagai batuan alasnya. Wilayah di sepanjang anjungan kepulauan Buton–Tukang Besi Gambar 20, disusun oleh kelompok batuan Mesozoikum berumur Trias hingga Kapur Atas hingga Paleosen dan kelompok batuan Kenozoikum berumur Tersier dan Kuarter. Kelompok batuan tertua di Pulau Buton merupakan komplek batuan metamorf, yang meliputi formasi mukito dan formasi lakansai dikenal dengan formasi doole. Formasi mukito terdiri atas batuan metamorf sekis, filit dan batu gamping kristalin. Formasi Lakansai terdiri dari runtuhan batuan metamorf berderajat rendah, yaitu batuan metamorf kwarsit mikaan yang berselingan dengan filit dan batu sabak. Kelompok batuan mesozoikum meliputi formasi winto, formasi rumu, dan formasi tobelo. Kelompok batuan sedimen yang termasuk batuan Kenozoikum kemudian menutupi sebagian besar Pulau Buton yang terdiri atas formasi tondo, formasi sampolakosa, dan formasi wapulaka yang diendapkan pada miosen awal hingga pliosen akhir–plistosen Suyanto, 2013. Secara khusus, kebanyakan perkembangan struktur diakhiri oleh aktifitas tektonik tumbukan Pulau Buton-Tukang Besi dan Muna sebagai akibat dari deformasi reaktivitas patahan muda hingga yang lebih tua dan sesar naik seiring terhadap kedalaman dan terperangkap pada batuan reservoar yang mengandung minyak gambar 21 . 32 Gambar 20. a. Celah gap tabrakan collision Buton-Tukang Besi dengan Muna pada mikro kontinen dan b. Prospecting minyak pada cekungan endapan batuan aspal di pulau Buton Davidson, 1991 33 Gambar 21. Peta regional anjungan kepulauan Buton–Tukang Besi dalam tumbukan Lengan bagian tenggara antara mikro kontinen Buton–Tukang Besi Setelah Hall-Wilson, 2000 dalam Satyana, 2011. 34 Mengenal Endapan Batuan Pembentukan Aspal Alam Cekungan Pulau Buton Dari Berbagai Formasi Geologi Menurut Hadiwisastra 2009, mengemukakan bahwa jenis batuan yang terungkap di Pulau Buton sangat bervariasi, demikian pula dengan umur batuannya yang mencakup mulai dari mesozoik hingga kuarter. Sebaran paling luas dari batuan pra tersier tersebut ditemukan di bagian ujung utara dari Pulau Buton di wilayah Kulisusu dan juga di sekitar aliran Sungai Mukito, Buton Selatan. Sedangkan batuan Kuarter yang didominasi oleh satuan batu gamping terumbu, tersebar terutama di bagian selatan dan tengah Pulau Buton. Sebaran batuan permukaan daerah Buton seperti terungkap pada gambar 22. Gambaran 22. Peta Sebaran batuan permukaan di Pulau Buton dari berbagai tipe formasi Sikumbang dan Sanyoto, 1995 dalam Hadiwisastra, 2009 35 Jenis batuan yang terungkap di Pulau Buton sangat bervariasi demikian pula dengan umur batuannya yang mencakup mulai dari Mesozoik hingga Kuarter Hadiwisastra,2009. Sebaran paling luas dari batuan Pra Tersier tersebut ditemukan di bagian ujung utara dari Pulau Buton di wilayah Kalisusu dan juga di sekitar aliran Sungai Mukito, Buton Selatan. Sedangkan batuan kuarter yang didominasi oleh satuan batu gamping terumbu, tersebar terutama di bagian selatan dan tengah Pulau Buton. Daerah Buton disusun oleh kelompok batuan mesozoikum berumur Trias hingga Kapur atas bahkan hingga Paleosen dan kelompok batuan kenozoikum berumur Tersier dan Kuarter. Kelompok batuan mesozoikum terdiri atas formasi winto, formasi ogena, formasi rumu dan formasi tobelo Satyana, 2013, Jamaluddin dan Emi, 2018, Hadiwisastra, 2009. Mereka melaporkan bahwa kelompok batuan sedimen yang termasuk batuan kenozoikum kemudian menutupi sebagian besar Pulau Buton yang terdiri atas fomasi tondo, formasi sampolakosa dan formasi wapulaka yang diendapkan pada Miosen Awal hingga Pliosen Akhir-Plistosen. Formasi tondo dan formasi sampolakosa merupakan tempat endapan aspal di Pulau Buton. Sumber aspal yang terdapat di dalam kedua formasi tersebut diduga berasal dari formasi winto Trias dan dianggap sebagai formasi pembawa bitumen aspal padat Gambar 23. 37 Gambar 23. Kolom Kesebandingan Stratigrafi Regional cekungan Pulau Buton Berbagai literatur yang didasarkan pada ciri fisik dan kesebandingan terhadap peta geologi lembar Buton dan Muna Sikumbang dan Sanyoto, 1995 serta urutan stratigrafi Pulau Buton dari tua ke-muda Hadiwisastra, 2009 yang dideskripsikan pada Gambar 2 adalah sebagai berikut 1. Batuan Sekis Kristalin Batuan malihan ini terutama terdiri dari sekis-plagioklas yang hanya tersingkap di aliran Sungai Mukito Buton Selatan. Satuan ini diperkirakan berumur lebih tua dari Trias yang didasarkan pada satuan Mesozoik lainnya tidak terlalu terubahkan seperti halnya sekis kristalin ini. Satuan batuan tersebut sebagai formasi mukito yang juga diperkirakan berumur Pra Trias. 1. Batuan Mesozoik Kedalam batuan mesozoik ini termasuk beberapa satuan dengan umur tertentu gambar, yaitu a. Formasi Winto Satuan ini tersingkap di daerah Buton Selatan, di bagian atas aliran sungai Winto, yang disusun oleh batuan selang seling serpih, serpih napalan, batu pasir arkose, konglomerat dengan sisipan tipis batu gamping berwarna gelap. Satuan ini menutupi sekis kristalin yang terlipatkan. Berdasarkan fosil yang terdapat dalam lapisan batu gamping seperti Halobia sp.. batuan ini berumur Trias Atas. Batuan ini tersingkap di sekitar Lawele dan bagian atas aliran Sungai Winto. b. Formasi Doole Batuan dari Formasi Doole ini terutama terdiri dari batuan malihan yang berderajat rendah. Batuan ini tersingkap di sepanjang pantai timur Buton Utara antara Teluk Doole hingga Tanjung Lakancai. Adanya kemiripan dengan batuan Formasi Winto, satuan Formasi Doole ini diperkirakan berumur Trias Atas. Formasi Ogena merupakan batuan yang menyusun Formasi Ogena terutama terdiri dari batu 38 gamping dengan sisipan napal. Dalam lapisan napal sering ditemukan fosil amonit seperti Phylloceras sp. dan Arietites sp. Keberadaan fauna amonit ini menentukkan umur satuan tersebut sebagai Jura Bawah. Formasi Ogena tertutama didapatkan di bagian utara dan selatan Buton, sedangkan di bagian tengah tidak ditemukan sebaran satuan batuan ini. c. Formasi Rumu Satuan ini terutama disusun oleh selang seling batu gamping, napal dan sisipan batu lempung. Dalam satuan ini banyak ditemukan fosil Belemnopsis sp., seperti Belemnopsis gerardi, Belemnopsis alfurica, dan Ancella cf. malayomaorica. Kontak dengan satuan dibawahnya yaitu Formasi Ogena terlihat selaras. Berdasarkan kandungan fosil tersebut, umur satuan batuan ini diperkirakan Jura Atas. d. Formasi Tobelo Seperti halnya dua satuan sebelumnya seperti Formasi Ogena dan Formasi Rumu, satuan batuan Formasi Tobelo terutama disusun oleh lapisan batu gamping dengan sisipan tipis napal. Ciri satuan ini adalah terdapatnya sisipan tipis rijang, dengan kandungan fosil foraminifera yang banyak ditemukan dalam satuan ini umumnya terdiri dari Globotruncana canaliculata, Globigerina cretacea dan Pseudotextulaia globulosa. Fosil-fosil tersebut adalah fauna khas berumur Kapur. Lapisan batu gamping kalsilutit dari satuan ini banyak mengandung fosil radiolaria. 2. Batuan Tersier Satuan batuan yang berumur Tersier ini terbagi atas batuan berumur Paleogen. Satuan batuan berumur Paleogen yang dinamakan Formasi Wani disekitar Pegunungan Tobelo, disusun oleh lapisan batuan konglomerat aneka bahan, batu pasir dan batu pasir gampingan. Dalam lapisan konglomerat tersebut ditemukan pecahan batu gamping mengandung fosil Globotruncana yang berumur Kapur, juga ditemukan fosil nummulites, Isolepidina boetonensis. Berdasarkan keberadaan fosil nummulites, Asterocyclina sp, Spiroclypeus sp dan Borelis sp tersebut ditentukan satuan batuan tersebut berumur Eosen. Penyebaran satuan batuan ini terbatas di sekitar aliran Sungai Wani, Pegunungan Tobelo, Buton Utara. Penyebaran paling luas 39 yaitu batuan Tersier dimana hampir tiga perempat wilayah Pulau Buton ditempati oleh batuan tersebut. Batuan Tersier Atas Neogen terletak tidak selaras di atas satuan yang lebih tua Mesozoik. Secara umum endapan muda ini dimulai dengan batuan konglomeratik hingga pasiran, yang kemudian berubah menjadi lebih ke arah gampingan-napalan. Terdapat dua karakter sedimen berbeda dari satuan Tersier muda ini, yaitu sedimen konglomeratik-pasiran dari lapisan Tondo dan sedimen yang lebih gampingan-napalan dari lapisan Sampolakosa. a. Formasi Tondo Satuan batuan dari Formasi Tondo terutama disusun oleh konglomerat dan batu pasir berselang-seling dengan lempung dan napal. Seperti halnya dalam Formasi Wani, dalam lapisan konglomerat dari Formasi Tondo juga ditemukan fragmen-fragmen batuan sedimen Mesozoik, peridotit, dan serpentin. Selain itu juga dalam bagian satuan tersebut terdapat lapisan batu gamping. Kandungan fosil yang terdapat dalam satuan ini seperti Lepidocyclina sumatrensis, Lepidocyclina ferreroi, Miogypsina sp., Amphistegina sp., Heterostegina sp dan Cycloclypeus sp. mencirikan umur Miosen Tengah hingga Atas. b. Formasi Sampolakosa Formasi Sampolakosa memperlihatkan satuan yang lebih napalan, jarang terdapat sisipan batu pasir, dan terletak selaras di atas Formasi Tondo. Dalam satuan ini banyak sekali ditemukan fosil foraminifera plangton dari jenis globigerinae. Selain itu juga banyak ditemukan fosil moluska yang khas untuk lingkungan laut. Umumnya Pulau Buton ditutupi sangat luas oleh satuan batuan dari Formasi Sampolakosa ini. 4. Batuan Kuarter Kedalam batuan Kuarter ini termasuk batu gamping terumbu, yang terutama tersebar di sebelah tengah dan selatan Pulau Buton. Batu gamping terumbu sangat khas memperlihatkan satuan undak pantai. Terumbu terangkat ini sebagai Formasi Wapulaka. Selain itu sedimen ini juga disusun oleh endapan batu pasir gampingan, batu lempung dan napal yasng kaya akan foraminifera plangton. Di Buton selatan, ditemukan gamping 40 terumbu yang terangkat hingga ketinggian 700 meter. Kedalam satuan Kuarter ini juga termasuk endapan aluvial yang banyak tersebar di sekitar aliran sungai. 41 Gambar 24. Kolom Stratigrafi Regional Pulau Buton Davidson, 1991 42 BAB 2 PROSES PEMBENTUKAN BATUAN ASPAL DI CEKUNGAN PULAU BUTON DAN POTENSI CADANGANNYA Proses Pembentukan Batuan Aspal Alam Secara fisis aspal merupakan material yang berwarna coklat gelap sampai hitam, bersifat sebagai perekat, berbentuk padat atau semi padat yang sebagian besar terdiri dari bitumen yang dapat terjadi di alam atau diperoleh dari proses pengilangan minyak bumi. Juga pada aspal terdapat “asphaltenes” yaitu fraksi bitumen yang tidak larut dalam parafin naphtha. Sedangkan “bitumen” adalah senyawa hidrokarbon yang dapat terjadi secara alamiah maupun hasil proses, pada umumnya terdapat bersamaan dengan senyawa-senyawa non-metal, dapat berbentuk gas, cair, padat, atau semi padat, yang seluruhnya larut dalam karbon disulfida Nuryanto, 2009; Affandi, 2010 ; Suaryana dkk., 2018. Pembentukan endapan aspal alam, pada umunya terjadi melalui proses  Over flow cara aliran. Cairan aspal, yang terbentuk dalam bumi keluar ke permukaan bumi melalui celah-celah rekahan atau patahan, dapat berbentuk spring, seepage, atau lake tergantung dari keadaan batuan tempat terdapatnya. Bila terdapat cekungan sehingga aspal tersebut tergantung dalam jumlah yang besar maka disebut lake’.  Impregnating Rock impregnasi dalam bantuan, aspal yang terbentuk meresap dalam batuan yang berpori. Batuan tersebut dapat berupa batu pasir sand stone batu gamping lime stone 43 atau konglomerat, sehingga aspal yang terbentuk dengan cara ini disebut rock asphalt’ aspal batu.  Filling vein pengisian rekahan, aspal alam yang terjebak dalam suatu rekahan sehingga endapannya berbentuk vein’. Cekungan Buton dan Hubungannya Dengan Batuan Pembawa Aspal Beberapa teori yang telah dikemukakan para ahli geologi tentang terbentuknya asbuton di dalam batuan gamping di pulau Buton. Hadiwisastra 2009 menyatakan bahwa terjadinya aspal di Pulau buton berasal dari minyak bumi yang berada di lapisan bawah yang disebut lapisan flysch’. Kemudian minyak bumi tadi bergerak kepermukaan sepanjang patahan, masuk ke lapisan neogen yang terdiri dari konglomerat, napal dan batu gamping berpori besar. Aspal terjadi antara transisi dari minyak bumi, tetapi berasal dari bahan-bahan organik dari lapisan napal dan batu gamping neogen yang kaya akan foraminifera Satyana et al., 2013. Peneliti lain seperti Rohmana dkk, 2014; Widhiyatna dkk.2007; dan Satyana et al., 2011 menyimpulkan bahwa batuan aspal yang terdapat di Pulau Buton berasal dari minyak neogen. Kadar bitumen dan ketebalan endapan aspal ditentukan oleh sifat-sifat batuan yang terimpregnasi dan sifat-sifat lapisan penutup. Menurut Hetzel 1936 dalam koesoemadinata, 1980, bahwa telaga aspal yang terdapat di Pulau Buton dapat diklasifikasikan sebagai suatu lapisan homoklin yang tersingkap keluar dan tererosikan. Minyak yang mengalir secara perlahan-lahan membentuk suatu telaga pada tempat perembesan keluar dan fraksi ringannya telah menguap. Lapisan yang mengandung aspal tersebut adalah gamping globigerina yang berpori-pori dan gamping terumbu yang dinamakan formasi sampolakosa. Formasi ini mengandung batu pasir yang di jenuhi 10 % sampai 20 % bitumen aspal, bahkan sampai 30 %. Selanjutnya Hetzel mengemukakan terdapat lima formasi geologi di Pulau Buton yang terimpregnasi aspal yaitu  Formasi Winto berumur Trias Atas +-160 juta tahun yang lalu  Formasi Ogena berumur Yura Bawah 130 juta tahun yang lalu  Formasi Tobelo berumur Kapur 80 juta tahun yang lalu 44  Formasi Tondo berumur Neogen Bawah 50 juta tahun yang lalu  Formasi Sampolakosa berumur Neogen Atas 20 juta tahun yang lalu Dari kelima formasi tersebut diatas, kandungan aspal yang banyak terdapat pada Formasi Sampolakosa, karena mempunyai pori-pori yang baik bila dibandingkan keempat formasi lainnya. Bersama team geologi dari Nederlands Indies Geological Survey, Hetzel juga menafsirkan ada 19 singkapan yang mengandung aspal dapat dilihat pada tabel 1 Tabel 1 Data Singkapan aspal Pulau Buton Hetzel, 1936 Batu gamping Foraminifera Formasi Sampolakosa Gamping terumbu Kwarter Formasi Todo Gamping dan Napal Globrigerina Formasi Sampolakosa Gamping Cepidacyclina Formasi Tondo dan konglomerat batu pasir Formasi Sampolakosa Gamping Foraminifera dan Napal Globigerina Formasi Sampolakosa Konglomerat batu pasir Formasi Winto Gamping Globigerina Formasi Sampolakosa Ganping dan Napal Globigerina Formasi Sampolakosa 45 Batupasir Formasi Tondo Konglomerat batu pasir formasi Winto Konglomerat batupasir formasi Tondo, dan konglomerat Formasi Sampolakosa Napal dan Napal Gampingan Formasi Sampolakosa Konglomerat Formasi Tondo Gamoing Globigerina Formasi Sampolakosa Gamping napal Globigerina Formasi Sampolakosa Gamping Napalan Globigerina Formasi Sampolakosa Gamping Napalan Formasi Sampolakosa Batu pasir Formasi Tondo Pulau Buton merupakan pulau yang sarat dengan struktur geologi. Disebabkan aktivitas tektonik yang terjadi berulang-ulang dan diduga masih aktif hingga kini. Struktur lipatan, kekar, dan sesar kecuali pada alluvium. Secara umum memotong seluruh batuan penyusun daerah ini. Secara garis besar, struktur-struktur yang ada relatif berarah timur-laut darat-daya Hadiwisastra, 2009; Suryana dan Tobing, 2003. Hetzel 1936 memperkirakan bahwa pada masa intra mesozoik telah terjadi perlipatan yang berumur Trias Atas dan Yura 46 berkembang menjadi sesar naik dengan kemiringan kecil pada litologi Formasi Tobelo dan Wani dengan Orientasi barat-laut. Struktur geologi yang ada sekarang banyak dipengaruhi oleh Orogenesa Neogen Atas. Struktur yang terbentuk berupa sesar dan perlipatan asismetris dimana sayap antiklin bagian barat lebih terjal. Struktur sesarnya memotong sebelumnya pada batuan pre-Neogen. Pada peta geologi pulau Buton Sikumbang dkk, 1995, menunjukkan pada bagian utara Pulau Buton struktur berarah utara-selatan, barat-daya, timur-laut. Struktur sesar yang terdapat di bagian selatan Pulau Buton dengan orientasi barat-daya timur-laut berupa sesar normal yang membagi busur Asbuton menjadi sekumpulan graben, dimana di dalamnya terdapat struktur antiklin dan sinklin. Struktur sesar ini mengontrol penyebaran endapan aspal di bagian selatan dari Pulau Buton. Hamilton 1979, dalam bukunya tentang sejarah tektonik kepulauan Indonesia, menghubungkan geologi Pulau Buton dengan Fragmen kontinen kecil dari Iran Jaya yang di bawa ke daerah Buton oleh sesar mendatar. Kondisi ini berhubungan langsung dengan peristiwa tektonik yang menyebabkan perlipatan dan patahan pada lapisan Formasi Sampolakosa dan Tondo. Bukti-bukti struktur perlipatan dan patahan dapat di temukan dalam dinding sumur uji daerah tambang di Kabungka Widhiyatna, 2007. Potensi Cadangan Batuan Aspal Alam Prakiraan akan keterbatasan pengadaan aspal minyak yang semakin sulit, sehubungan dengan minyak mentah crude oil yang menghasilkan aspal keras harus diimpor dari timur tengah untuk diproses di Indonesia. Selain itu, tuntutan infrastruktur transportasi jalan sebagai akses arus lalu lintas kendaraan yang semakin meningkat, sehingga dimungkinkan terjangkaunya daerah terisolir di seluruh nusantara. Dua hal ini menjadikan potensi kearifan lokal batuan aspal di Pulau Buton, sebagai produk primadona lokal yang sangat layak untuk dikembangkan baik skala regional, nasional, maupun go-internasional. Estimasi deposit aspal alam di Pulau Buton diperkirakan mencapai 650 juta ton, dengan kadar bitumen yang bervariasi antara 10 % hingga 35 % PUSLITBANG PUPR, 2018. Artinya jika di estimasi kebutuhan aspal secara nasional diperkirakan mencapai 1 47 juta ton per tahun rata-rata kebutuhan aspal 1,2 juta Ton, maka umur eksplorasi aspal di pulau Buton diperkirakan tidak akan habis dalam waktu 650 tahun, bila dipergunakan hanya untuk keperluan jalan raya saja. Potensi deposit aspal yang sangat melimpah ini, perlu dimanfaatkan semaksimal mungkin, dalam rangka menghemat devisa negara dan mengurangi ketergantungan aspal impor. Potensi Asbuton sebagai produk lokal memiliki keunikan tersendiri dibandingkan dengan aspal lainnya yang ada di luar negeri, seperti Aspal di kepulauan Trinidad aspal danau dan Bermuda aspal murni. Keunikannya adalah daya rekat yang sangat kuat untuk perlapisan jalan raya dan sebagai bahan campuran mineral seperti semen dan gipsum dengan kandungan kalsium karbonat CaCO3 yang sangat tinggi Arisona et al. 2016. 48 BAB 3 GENESA DAN KOMPOSISI KIMIA BATUAN ASPAL ALAM DI PULAU BUTON Pembentukan Lapisan Batuan Aspal Alam Secara Umum Aspal alam merupakan aspal yang terbentuk secara alami oleh proses geologi yang terdapat di permukaan bumi yang terbentuk secara perlahan-lahan dari jebakan minyak bumi yang mengandung aspal. Aspal tersebut terendapkan karena memiliki densitas yang lebih berat. Aspal alam terbentuk akibat adanya pengaruh aktifitas tektonik terhadap minyak bumi yang semula terkandung di dalam batuan induk kemudian bermigrasi dan mengisi pori-pori batuan sekitarnya, seperti batu gamping dan batu pasir Satyana et al., 2013. Proses migrasi yang berjalan lambat mengakibatkan fraksi bersatu dengan batuan sehingga membentuk aspal alam dan muncul ke permukaan bumi Li et al., 2018. Batuan induk pada aspal alam di Pulau Buton, yaitu batu gamping. Berdasarkan penyelidikan terdahulu aspal di daerah Buton ini ditemukan dalam lapisan sedimen yang termasuk pada satuan batuan Formasi Sampolakosa, Formasi Tondo, dan juga Formasi Wapulaka. Keberadaan aspal dalam satuan batuan tersebut diatas terjadi sebagai akibat migrasi larutan aspal. Sumber batuan yang menghasilkan aspal tersebut belum diketahui dengan pasti. Satuan batuan dari Formasi Tondo terutama disusun oleh konglomerat dan batu pasir berselang-seling dengan lempung dan napal Arifin dan Naibaho, 2015; Arisona et al., 2016. Lapisan konglomerat dari Formasi ini ditemukan fragmen-fragmen batuan sedimen Mesozoik, Peridotit, dan Serpentin. Selain itu juga dalam bagian satuan tersebut terdapat lapisan batu gamping. Sikumbang dkk. dalam Arisona et al., 2016 memasukkannya sebagai anggota batu gamping Formasi Tondo. 49 Formasi Sampolakosa memperlihatkan satuan yang lebih napalan, jarang terdapat sisipan batu pasir, dan terletak selaras di atas Formasi Tondo. Dalam satuan ini banyak sekali ditemukan fosil foraminifera plangton dari jenis globigerinae. Selain itu juga banyak ditemukan fosil moluska yang khas untuk lingkungan laut dalam Arifin dan Naibaho, 2015; Arisona et al., 2016. Umumnya Pulau Buton ditutupi sangat luas oleh satuan batuan dari Formasi Sampolakosa Suaryana, 2018; Satyana et al., 2013. Formasi Wapulaka berumur Kuarter disusun oleh batu gamping terumbu, ganggang, dan koral. Memperlihatkan undak-undak pantai purba dan topografi kars terdapat hampir pada seluruh pantai Pulau Buton bagian selatan dan tengah. Endapan hancuran terumbu, batu kapur, batu gamping pasiran, batu pasir gampingan, batu lempung, dan napal kaya foraminifera plankton Arifin dan Naibaho, 2015; Satyana et al., 2013. Rembesan aspal dijumpai pada satuan ini di Buton bagian selatan. Formasi Wapulaka mempunyai hubungan tidak selaras dengan Formasi Sampolakosa di bawahnya Suaryana, 2018. Genesa endapan batuan aspal alam di Pulau Buton Tentang genesa dari keterdapan batuan aspal Buton, hingga saat ini terus menjadi kajian yang sangat menarik. Proses terjadinya bitumen padat yang terdapat di Pulau Buton sampai sekarang belum terungkap dengan baik, umumnya masih bersifat hipotesis ataupun teori, dimana sumbernya adalah minyak-bumi mentah yang terperangkap jauh dibawah pemukaan tanah Arisona et al., 2016. Sebagaimana halnya kondisi pembentukan minyak mentah hidrokarbon ada tiga hal utama yang berkaitan dengan materi tersebut, yaitu a Batuan induk, b Batuan perangkap, dan c Batuan penutup. a Batuan induk Batuan induk host rock merupakan batuan sedimen yang mengandung cukup material organik untuk menghasilkan hidrokarbon melalui proses pemanasan. Hidrokarbon terdapat dalam bentuk cair, diantaranya berbentuk gas pada kondisi normal dan sebagai bentuk padatan. Pada hidrokarbon ada dua unsur utama yaitu karbon C dan hidrogen H, selebihnya berupa belerang S, nitrogen N, oksigen O dan dalam 50 senyawa tertentu juga sedikit logam. Mengingat unsur karbon merupakan zat organik, maka pada hakekatnya diyakini bahwa minyak terbentuk sebagai asal organik, walaupun demikian ada pula yang meyakini bahwa minyak bumi terbentuk oleh material asal inorganik. Perubahan pada semua material organik dari binatang maupun tumbuhan yang terkandung dalam lapisan sedimen menjadi minyak, gas maupun batubara terbentuk pada kondisi umum yang sama yaitu waktu, iklim, dan tektonik. Perbedaan dalam menghasilkan pembentukkan minyak, gas, dan batubara terjadi pada material dengan lingkungan berbeda Satyana et al., 2013. Di Pulau Buton sulit sekali mencari jenis satuan tersier sebagai batuan induk, karena hampir semuanya disusun oleh batu gamping, batu pasir, napal, maupun konglomerat yang tidak memungkinkan untuk produksi minyak. Kemungkinan batuan induk tersebut berasal dari batuan Pra-Tersier. b Batuan Perangkap Hidrokarbon terbentuk berupa cairan/larutan yang akan mengalir migrasi secara alamiah dan terperangkap pada suatu batuan reservoir. Batuan reservoir sangat tergantung pada sifat litologinya terutama kondisi teksturnya, dimana sangat dipengaruhi oleh sifat porositas dan permeabilitas dari batuan. Batuan reservoir yang cukup baik sebagai perangkap hidrokarbon adalah lapisan batu pasir dan batu gamping, dimana batu pasir memiliki porositas pori-pori antar butir, sedangkan pada batu gamping yang bertindak sebagai perangkap mengacu kepada porositas yang terbentuk oleh proses pelarutan. Selain kedua jenis batuan tersebut perangkap lainnya adalah rekahan-rekahan yang secara struktural terbentuk akibat ekstensi maupun kompresi. Porositas dan permeabilitas akibat rekahan lebih umum terdapat pada batuan-batuan yang telah mengalami deformasi. Batuan Tersier yang tersingkap di daerah Buton sangat cocok untuk bertindak sebagai batuan reservoir, seperti batupasir dan batugamping yang tersebar luas. Hal ini terlihat juga dari keterdapatan aspal yang ditemukan hampir 51 seluruhnya berkaitan dengan kedua satuan Formasi Sampolakosa dan Formasi Tondo. c Batuan penutup Batuan penutup cap rock merupakan lapisan penutup yang tidak memungkinkan minyak dan gas bumi tertahan pada kedalaman tertentu tidak menguap ke permukaan. Batuan sebagai penahan ini bisa berupa batuan yang kedap seperti batuan klastika halus maupun lapisan-lapisan yang mempunyai permiabilitas sangat kecil. Jenis batuan ini diantaranya adalah lempung dan serpih. Komposisi Kimia Batuan Aspal Alam Di Pulau Buton Batuan aspal alam yang ada di Pulau Buton sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa permasalahan yang sangat mendasar adalah menyangkut kualitas yaitu pertama dipicu oleh ketidak homogenan dari pada material batuan aspal itu sendiri yang terdiri dari kadar air dan kadar bitumen yang bervariasi. Kemudian yang kedua dipicu karena adanya migrasi yang sangat lambat di dalam batuan, dimana bitumen berada di dalam maktriks atau bongkahan batuan berpori atau yang dikenal sebagai batuan reservoir. Batuan reservoir ini merupakan senyawa hidrokarbon terdiri batu pasir dan karbonat batu gamping dan dolomit. Pada Asbuton dikenal adanya batuan penutup adalah cap rock yang merupakan lapisan penutup yang tidak memungkinkan minyak dan gas bumi tertahan pada kedalaman tertentu tidak menguap ke permukaan. Batuan perangkap adalah proses terbentuknya minyak bumi dari mulai tahap pengendapan hingga tahap migrasi. Seperti yang telah di paparkan di atas pada dasarnya Asbuton adalah aspal alam jenis “rock asphalt” dengan batuan induknya adalah batu gamping dan kadar bitumennya bervariasi dari 10 % sampai 40 %. Partikel asbuton terdiri dari mineral, bitumen, dan air. Berwarna hitam kecoklat-coklatan, porous dan relative ringan. Bila Asbuton diekstraksi maka dapat di pisahkan antara mineral dengan bitumennya. Hasil Analisis kimia mineral Asbuton dapat dilihat pada Tabel 2. Bitumen merupakan senyawa yang kompleks, utamanya disusun oleh hidrokarbon dan atom-atom N, S dan O dalam jumlah yang 52 kecil, juga beberapa logam seperti Vanadium V, Ni, Fe, Ca dalam bentuk garam organik dan oksidanya. Unsur-unsur yang terkandung dalam bitumen adalah Carbon 82-88%, Hydrogen 8-11%, Sulphur 0-6%, Oxygen 0-1,5% dan Nitrogen 0-1% Nuryanto dan sutrisno, 2009. Asbuton memiliki karakteristik yang berbeda-beda tergantung di daerah mana asbuton tersebut diperoleh. Sampai saat ini dikenal ada dua daerah penambangan Asbuton yang banyak dimanfaatkan hasilnya, yaitu di daerah Kabungka dan Lawele. Karakteristik dari kedua Asbuton tersebut berbeda, khususnya kandungan bitumennya. Menurut Nuryanto dan Sutrisno 2009 menyatakan kandungan bitumen aspal dari daerah Lawele sekitar 25-30% dan banyak mengandung silikat, sedangkan Kabungka 12-20% dan banyak mengandung karbonat. Beda dengan aspal minyak yang diperoleh dari proses distilasi, maka aspal dari Asbuton diperoleh dengan cara ekstraksi sehingga kandungan aspal seperti resin dan fraksi ringan diharapkan masih terkandung didalamnya. Dengan demikian, sifat dari aspal minyak sedikit berbeda dengan aspal dari asbuton. Beberapa kajian dan referensi bahwa pada umumnya komposisi aspal baik dari aspal minyak maupun aspal dari batuan alam seperti Asbuton mengandung asphaltenes dan maltenes. Asphaltenes merupakan material berwarna coklat tua dan hitam yang larut dalam heptane. Sedangkan Maltenes merupakan cairan kental yang terdiri dari resin dan oils, dan larut dalam heptanes. Resin adalah cairan berwarna kuning atau coklat tua yang memberikan sifat adhesi dari aspal, dan mudah hilang atau berkurang selama terjadi semasa pembebanan overload terutama pada jalan raya. Oils adalah media dari aspaltenes dan resin, berwarna lebih muda. Proporsi dari asphaltenes, resin, oils berbeda tergantung dari banyak faktor seperti kemungkinan beroksidasi, proses pembuatan dan ketebalan aspal dalam campuran. 53 Tabel 2. Komposisi Kimia Mineral Asbuton Buton Asphalt Batavia, 1931 dalam Dairi, 1993. Aluminium Oksida + Ferri Oksida Dari komposisi tersebut bantuan aspal Buton didominasi CaCO3 sebesar 81,62 % – 85,27 %. Ini mengindikasikan bahwa batuan Asbuton banyak mengandung batuan gamping kapur, serta bahan-bahan lainnya seperti organik, karbon, dan aspal. Didasarkan pada tabel di atas, dapat dideskripsikan bahwa bitumen hasil ekstraksi asbuton dapat diklasifikasikan menjadi 4 komponen utama Nuryanto dan Sutrisno 2009, yaitu saturates, aromatics, resins, dan asphaltenes. Masing-masing komponen memiliki struktur dan komposisi kimia yang berbeda, dan menentukan sifat rheologi dari bitumen. Bitumen merupakan senyawa yang kompleks, utamanya disusun oleh hidrokarbon dan atom-atom N, S Gambar dan O dalam jumlah yang kecil, juga beberapa logam seperti Vanadium V, Ni, Fe, Ca dalam bentuk garam organik dan oksidanya. Asphaltenes disusun oleh rantai aromatic dan aliphatic dengan berat molekul yang besar aromatics disusun oleh rantai aromatic dan aliphatic dengan susunan yang lebih sederhana dan berat molekul yang lebih kecil sedangkan saturates dan aliphatics disusun oleh struktur rantai siklis dan aliphatic dengan susunan yang lebih sederhana dan berat molekul rendah. 54 Karakteristik lainnya yang dimiliki oleh Asbuton sebagai batuan aspal alam adalah sifat-sifat senyawa kimiawi sebagai senyawa yang kuat dan kental sebagai bahan perekat dan campuran. Ini dapat dilihat pada Tabel 3 Nuryanto dan Sutrisno 2009. Tabel 3 Sifat-Sifat Senyawa Penyusun Bitumen Asbuton Tabel diatas mendeskrifsikan bahwa Asphaltenes dan resin yang bersifat polar dapat bercampur membentuk koloid atau micelle dan menyebar dalam aromatics dan saturates. Dengan demikian maka bitumen adalah suatu campuran cairan kental senyawa organik,  Sangat polar, Aromatik kompleks, H/C rasio 11  Berat Molekul 1000-100000.  Berpengaruh pada sifat reologi bitumen.  Makin tinggi asphaltenes, maka bitumen makin keras, makin kental, makin tinggi titik lembeknya, makin rendah harga penetrasinya.  Termoplastis  Pemanasan berkelanjutan akan larut dalam n-heptane, berwarna hitam / coklat amorph.  Larut dalam n- heptane  Tersusun oleh C dan H dan sedikit O,S dan N  Coklat tua, solid/ semi solid  Sangat polar  Sifat rekat yang kuat  Sebagai dispersing agent atau peptisizer dari asphaltenes  Berat molekul 500-50000  H/C ratio  Cairan kental, coklat tua  40-65% dari total bitumen  Berat molekul 300-2000  Non-polar, di- dominasi oleh cincin tidak jenuh  Terdiri dari se- nyawa napthenic aromatic.  Tersusun dari campuran hidrokarbon lurus, bercabang, alkil napthene dan aromatik  Cairan kental non-polar  Berat molekul hampir sama dengan aromatics  5-20% dari total bitumen 55 berwarna hitam, lengket, larut dalam cabon disulfide, dan disusun utamanya oleh polyciclic aromatic hydrocarbons yang sangat kompak. Sedangkan sifat-sifat fisik Asbuton Dairi, 1993, antara lain  Partikel Asbuton Terdiri dari bahan mineral, bitumen, dan air, berwarna hitam kecoklat-coklatan, porous, relatif ringan, dan pada umumnya mineral Asbuton terdiri dari batuan kapur lime stone. Sifat lain partikel Asbuton adalah bahwa pada temperatur kurang dari 300 C masih muda pecah, pada temperatur antara 300C – 600C bersifat agak elastis dan sukar pecah, serta pada temperatur lebih dari 600C bersifat plastis, tidak dapat pecah.  Kadar Bitumen Kadar bitumen Asbuton sangat bervariasi, susah untuk diperkirakan, hal tersebut didukung penelitian yang dilakukan oleh Puslitbang Jalan, 1985, Corne, 1987, Alberta Research Council & PT. Virama Karya, 1989 dalam Puslitbang PUPR 2018 dan pada umumnya kadar bitumen asbuton berkisar antara 10-30%. Menurut Affandi 2011, menyatakan bahwa Asbuton ini didalam keadaan aslinya terdiri dari aspal sekitar 30% dan mineral 70%, di mana aspalnya sendiri sudah menyatu dan masuk ke dalam rongga pori dari mineral tersebut. Jenis Asbuton yang telah diproduksi secara fabrikasi dan manual terdiri dari Asbuton butir, Asbuton pra-campur semi ekstraksi, dan Asbuton ekstraksi penuh.  Kadar Air Asbuton merupakan hasil alam, ditambang di daerah terbuka, sehingga kadar air yang terkandung didalam partikel asbuton sangat dipengaruhi oleh porositas partikel Asbuton, kondisi cuaca, kelembaban, serta faktor sekelilingnya. Pada umumnya kadar air yang terkandung di dalam partikel Asbuton adalah berkisar antara 2 – 15 %. 56 Karakteristik Asbuton dan Pemanfaatanya Sebagaimana diketahui bahwa Asbuton adalah batuan yang terjadi dari campuran mineral dan aspal bitumen. Batuan aspal tersebut terdiri dari batu gamping, napal, konglomerat, dan sandstone. Sedangkan bitumennya sendiri adalah bahan yang berwarna coklat kehitaman, keras hingga cair, dan memiliki sifat lekat yang bagus, larut dalam Karbon Tetraklorida CCl4 dengan sempurna dan tidak larut dalam air. Fungsi utama dari Asbuton adalah untuk mengikat batuan agregat agar tidak lepas dari permukaan jalan akibat lalu lintas, dan menjaga terhadap erosi. Selain itu asbuton memiliki karakteristik kadar asphaltene dalam bitumennya jauh lebih tinggi, serta kadar maltene jauh lebih rendah dibandingkan dengan aspal minyak. Karena hal itulah, maka bitumen Asbuton mempunyai karakteristik yang lebih mendekati asphaltene, dengan ciri khas adalah sebagai berikut daya lekat yang tinggi, dan kepekaan terhadap perubahan suhu yang sangat rendah. Umumnya Asbuton memiliki karakteristik antara lain mengandung kadar bitumen yang berbeda beda antara 10 % hingga 30 % dengan penetrasi 3 – 10 meter. Selain itu, mengandung mineral dari ukuran debu sampai ukuran pasir yang sebagian besar merupakan mineral kapur. Sedangkan karakteristik yang lain adalah Asbuton keras seperti batu dan mudah dipengaruhi panas antara lain mudah rapuh dan pecah sampai suhu 30oC. Antara suhu 30oC hingga 60oC bersifat agak plastis dan sukar pecah. Selanjutnya pada suhu 60oC hingga 100oC, sifat bitumennya plastis dan sukar pecah menjadi lempengan. Bila dipanaskan hingga 100oC, asbuton akan hancur anyar. Sedangkan pada suhu ± 280oC, asbuton akan terbakar. Dalam kondisi asbuton keras, dengan sifat khasnya adalah batuan porous dimana sangat mudah di resapi air dimana kadar air menjadi lebih tinggi dan berpengaruh terhadap campuran. Sisi lain memiliki sifat flux, yaitu Asbuton menjadi lembek. Sifat flux yang dimiliki oleh tersebut memicu ketidakseragaman produk dalam pemanfaatan dan pengembangannya dan menjadi faktor penentu kualitas Asbuton itu sendiri. Asbuton memiliki ukuran butiran dari pasir hingga bongkahan, sehingga menyulitkan dalam pelaksanaannya. Besar kecilnya ukuran 57 asbuton menentukan kemudahan dalam pelaksanaannya yakni Penyerapan cairan fluks dan homogenitas campuran. Dalam pemanfaatanya saat ini, peran asbuton dalam campuran adalah 1. Asbuton berperan sebagai bahan pengikat karena adanya bitumen dan bahan pengisi, karena adanya mineral dalam Asbuton. 2. Asbuton bukanlah benda cair seperti aspal minyak, sehingga menimbulkan kesulitan dalam pemanfaatanya, yakni memerlukan cara yang khas, agar diperoleh derajat kepadatan yang memadai dan homogenitas campuran yang dapat dicapai tidak seperti aspal minyak. 3. Dalam rangka untuk meremajakan bitumen asbuton di beri fluks oil. Pemanfaatan Asbuton sebagai pengganti aspal minyak yang selama ini digunakan, telah dilakukan berbagai modifikasi, sebagaimana yang dilaporkan oleh Affandi 2010, bahwa pemanfaatan Asbuton selayaknya diupayakan melalui teknologi ekstraksi sehingga aspal dari Asbuton pada campuran beraspal akan bekerja efektif dan pemanfaatan bahan Asbuton menjadi efisien. Namun masih menjadi kendala, hasil ekstraksi tidak begitu menggembirakan terutama dari segi karakteristik bitumen Asbuton murni yang dihasilkan serta biaya operasional yang terlalu tinggi, sehingga harga jual Asbuton murni tidak kompetitif dengan harga aspal minyak Kurniaji, 2014. Menurut Suaryana dkk., 2018 bahwa empat hal yang dapat menjadi acuan terhadap baik tidaknya kinerja atau kualitas aspal dalam campuran diantaranya adalah ketahanan terhadap temperatur, nilai modulus resilen, ketahanan deformasi, dan ketahanan retak. Keempat hal tersebut dapat diseskripsikan sebagai berikut 1 Kepekaan aspal terhadap temperatur Kepekaan aspal terhadap temperatur merupakan material yang pada temperatur ruang berbentuk padat sampai agak padat, dan bersifat termoplastis. Ketika dipanaskan, sebagian besar interaksi fisika-kimia di dalam aspal tersebut melemah atau bahkan hilang sama sekali. Kondisi ini membuat bagian-bagian tunggal dari rantai molekulnya menjadi lebih mudah bergerak, 58 sehingga terjadi penurunan kekakuan dan kekentalan viskositas. Perubahan sifat viskoelastisitas aspal akibat perubahan temperatur dinyatakan dengan nilai indeks penetrasi aspal IP Indriyati, 2017. Nilai IP aspal berkisar antara -3 sampai +7, aspal dengan nilai IP yang lebih tinggi tidak peka terhadap perubahan temperatur dan sebaliknya. Selain itu, nilai IP aspal dapat juga digunakan untuk memprediksi kinerja campuran beraspal, aspal dengan IP yang tinggi akan menghasilkan campuran beraspal yang memiliki modulus kekakuan dan ketahanan terhadap deformasi yang tinggi Suaryana et al., 2014 2 Modulus Resilien Kondisi mayoritas campuran beraspal jalan tidak bersifat elastis karena mengalami deformasi permanen pada tiap pengulangan pembebanan. Namun demikian jika beban tersebut relatif kecil dibandingkan dengan kekuatan material dan mengalami pengulangan pembebanan yang tinggi, sehingga deformasi yang terjadi pada setiap pengulangan pembebanan adalah hampir dapat kembali sempurna nearly complete recoverable dan proporsional terhadap pembebanan, maka material tersebut dianggap material yang elastis Huang, 2004. Pengujian modulus resilien dapat dilakukan dengan uji tarik langsung indirect tensile test. Faktor utama yang perlu diperhatikan pada pengujian modulus resilien campuran beraspal adalah temperatur dan frekuensi pembebanan. Dua faktor ini memberikan pengaruh yang besar pada nilai modulus resilien. 3 Ketahanan deformasi Menurut NCHRP 2004 deformasi permanen atau rutting adalah penurunan permukaan pada jejak roda yang disebabkan oleh deformasi plastis pada setiap atau seluruh lapisan perkerasan dan subgrade. Deformasi plastis umumnya disebabkan oleh idensifikasi atau kompresi satu dimensi atau konsolidasi, dan pergerakan arah lateral atau plastic flow dari lapis perkerasan campuran beraspal, agregat base/sub base dan tanah dasar. Pengujian terhadap ketahanan deformasi alur dilakukan dengan alat WTM Wheel Tracking Machine. Semakin 59 tinggi nilai kedalaman alur, deformasi awal, dan kecepatan deformasi menunjukan ketahanan campuran yang rendah. Untuk nilai stabilitas dinamis, menyatakan bahwa semakin tinggi nilai tersebut maka ketahanan terhadap deformasi adalah lebih baik. 4 Ketahanan retak Kelelahan merupakan suatu fenomena timbulnya retak akibat beban berulang yang terjadi karena pengulangan tegangan atau regangan yang batasnya masih di bawah batas kekuatan material Pradani et al., 2011. Ketahanan retak campuran aspal dapat diketahui dengan uji kelelahan fatique. Pengujian kelelahan dilakukan untuk mendapatkan hubungan antara tegangan dan regangan dengan umur kelelahan. Pengujian kelelahan dapat dilakukan dengan beberapa metode dan menggunakan berbagai bentuk dan ukuran benda uji. 60 BAB 4 PROSPEK DAN KEBERLANJUTAN MASA DEPAN ASBUTON SEBAGAI POTENSI KEARIFAN LOKAL YANG LANGKA Tantangan dan Persaingan Pasar Global Pengembangan Masa Depan Asbuton Dalam Perspektif Sejarah Eksplorasi Masa Lalu Tak dipungkiri lagi bahwa penggunaan material aspal yang meningkat seiring dengan peningkatan infrastruktur pembangunan jalan baik lokal maupun provinsi. Pemerintah diharuskan untuk mengoptimalkan sumber kekayaan alam yang ada di Pulau Buton sebagai penghasil deposit aspal alam terbesar di dunia. Selain itu, dalam rangka mengurangi ketergantungan impor aspal minyak, terutama dari timur tengah menjadikan deposit Asbuton ini sebagai strategi yang tepat untuk menanggulangi kebutuhan aspal lebih kurang satu juta ton per tahun. Permasalahan dan tantangan bukan saja dari segi pengembangannya, namun persaingan harga komoditi aspal, terutama aspal curah aspal hasil residu minyak dari luar negeri dengan harga yang begitu murah, dibandingkan dengan Asbuton. Karena untuk mendapatkan mineral dalam bentuk bitumen aspal, perlu diekstraksi dengan biaya yang mahal dan memerlukan teknologi tinggi untuk mendapatkan aspalnya. Hal ini disebabkan bitumen aspal berada dalam matriks batuan yang sebagian besar terlingkupi oleh mineral seperti batu kapur limestone dengan kandungan berkisar 60% hingga 70%, dan sisanya adalah mineral lain dan bitumen aspal yang berkisar antara 30% hingga 40% Arisona, 2016. 61 Sejarah telah mencatat bahwa sejak ditemukannya batuan aspal alam di Pulau Buton pertama kali dilakukan oleh geologi Belanda yang dimulai dari Van Haeften 1924, Zwierzycki 1925, Bothe 1928 dan Hetzel 1924 dalam Puslitbang PUPR 2018 dan telah dieksplorasi oleh perusahaan tambang Belanda bernama Mijnbouw. Mereka menyimpulkan bahwa adanya kelimpahan deposit batuan aspal yang sangat menguntungkan dan bernilai ekonomis. Masa kejayaan Asbuton dalam pemanfaatannya telah dilakukan pada tahun 1970-an, khususnya pada jalan Jakarta-Cirebon sepanjang 240 km dan ruas jalan Cimahi–Padalarang sepanjang 3 km Puslitbang PUPR, 2018. Dan mencapai puncak keemasannya pada tahun 1980 an, yang ditandai dengan produksi mencapai 300 ribu ton per tahun. Namun seiring berjalannya waktu pemanfaatannya digantikan dengan aspal minyak impor. Prospek masa depan Asbuton dalam pengembangannya harus merajuk kembali benang kusut melalui pola kebijakan nasional dan pola kemitraan dengan dunia usaha. Saat ini berbagai penelitian melalui uji kelayakan seperti proses mix pencampuran atau pemakaian katalisator agregat Asbuton dengan menggunakan pelarut bahan kimia belum memberikan solusi terbaik. Jika regulasi tentang pemanfaatan Asbuton, masih harus menunggu lama, maka suatu keniscayaan bahwa potensi Asbuton yang berlimpah dan bernilai ekonomis tersebut tidak akan pernah dirasakan manfaatnya oleh masyarakat maupun sebagai penghasil devisa negara. Ungkapan diatas perlu disadari bahwa kelimpahan bongkahan batuan aspal, bukan hanya prospek dari bitumen aspalnya, namun mineral ikutannya yang mengandung CaCo3 dan senyawa mineral lainnya yang ikut berkontribusi sebagai bahan tambah untuk perekat material semen. Dalam hal ini tentu bukan saja aspal hitamnya saja yang dapat dimanfaatkan, tetapi aspal putihnya yang sangat berlimpah untuk dijadikan material harapan masa depan. Apakah aspal Buton sudah mati, sebagaimana yang diungkapkan oleh seorang pemerhati Asbuton yaitu Indrato Sumantoro ataukah Asbuton ini masih merupakan topik yang menarik untuk dikaji ulang dalam sejarah pengembangannya, terutama dalam sejarah eksplorasinya. Pemahaman ini, tentu tidak menjadikan kajian Asbuton mati suri, sebagaimana orang-orang yang tidak mengenal 62 Asbuton dengan baik. Kelimpahan deposit dan keterdapatan Asbuton di perut bumi Nusantara Indonesia, patut disyukuri sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa yang sungguh luar biasa. Asbuton merupakan sumber daya alam yang prosesnya sama dengan deposit minyak bumi. Minyak bumi suatu proses geologi yang terperangkap di dalam bumi, sedangkan Asbuton pada dasarnya adalah minyak bumi yang naik merembes ke permukaan selama ribuan tahun, bahkan ada sejarah mencatat bahwa prosesnya mencapai 200-300 tahun Zaman Jura. Kemudian fraksi ringannya mengalami penguapan, dan yang tersisa di dalam pori-pori batuan yang dilewatinya berupa fraksi beratnya. Fenomena geologi ini merupakan peristiwa yang sangat langka dan unik. Penelitian terdahulu telah mendukung fenomena tersebut bahwa Asbuton mengandung bitumen yang berasal dari pemisahan minyak bumi secara alamiah. Bitumen ini merupakan residu dari minyak bumi yang memiliki berat jenis besar dan terperangkap pada reservoir batuan. Sejalan dengan waktu, gas dan minyak bumi dengan berat jenis ringan yang terkandung dalam batuan tersebut menguap sehingga menyisakan bitumen yang terperangkap dalam matriks batuan tersebut Puslitbang PUPR, 2018. Masa depan dan prospek pemanfaatan batuan aspal alam ini, menjadi tantangan bersama seluruh stakeholder sebagai “decision maker”. Dalam pengoptimalisasian dan pengembangan sebagai kearifan lokal yang unik dan tidak dimiliki oleh semua daerah bahkan dunia pada umumnya. Mengingat Asbuton ini memiliki karakteristik sebagai bahan aditif pengikat pada perkerasaan jalan raya untuk menggatikan aspal minyak. Walaupun tak dipungkiri bahwa harga minyak mentah crude oil selalu mengalami fluktuasi bahkan bisa melambung jauh di pasar global. Tentu ini merupakan peluang masa akan datang bahwa deposit Asbuton bisa menjadi komoditi ekspor unggulan karena minyak bumi merupakan “unrenewable energy”, disamping digunakan untuk kebutuhan dalam negeri. Selain itu asbuton bisa digunakan sebagai bahan subtitusi bahan campuran material lain seperti semen dan material konkrit lainnya yang berasosiasi dengan mineral ikutan dalam matriks batuan Bongkahan batuan aspal. Hal ini telah didukung fakta penelitian bahwa mineral ikutannya seperti Mg, Al, Si, S, K, Ca, Ti, V, Cr, Mn, Fe, Ni, Cu, merupakan 63 kelimpahan tersendiri dari batuan aspala alam yang ada di Pulau Buton Arisona et al , 2016. Juga penelitian lain yang dilakukan oleh Jamaluddin dan Emi 2018 mengungkapkan bahwa pada batuan Asbuton mengandung konsentrasi unsur besi Fe, Mangan Mn dan Nikel Ni. Pertanyaan ini tentu tidak akan berakhir hingga mendapatkan kawasaan penyebaran deposit Asbuton. Permasalahan Asbuton perlu regulasi dan tata kelola secara holistik dengan memadukan kawasan ekonomi, insfrastruktur, geowisata alam, terbukanya lapangan kerja baru, serta lingkungan hidup yang harmonis dengan masyarakat tempatan. Jika kebijakan daerah khususnya Sulawesi Tenggara dengan memprioritaskan pemakaian Asbuton adalah untuk jalan-jalan di Pulau Buton sendiri, maka dengan demikian Pulau Buton yang sebelumnya sudah dikenal sebagai sebutan "Pulau Aspal", maka sekarang akan benar-benar menjadi Pulau Aspal. Semua jalan-jalan yang berada di pulau Buton akan menjadi "Obyek Geowisata" yang tidak terdapat dimana pun di dunia, karena jalan-jalan tersebut semuanya akan terbuat dari aspal Buton. Aspal alam yang berasal dari pulau Buton sendiri. Hal ini akan sangat menarik perhatian wisatawan lokal maupun mancanegara, karena pulau Buton merupakan perpaduan eksotik antara panorama laut yang indah, budaya Buton yang tinggi, ramah tamah penduduknya, dengan mulusnya jalan-jalan yang dilapisi aspal Buton Gambar 25 dan 26. Gambar 25. Benteng Keraton Buton sebagai budaya warisan terluas di dunia dan sejarah pengelolaan Asbuton pertama kali oleh Kesultan Buton dan 64 Gambar 26. Potret Pegunungan aspal alam Pulau buton dalam bingkai perpaduan eksotik alamiah Perspektif masa depan “Aspal di pulau Buton” tentu akan lebih menarik jikalau pemerintah daerah dan pusat menjadikan maskot Nasional. Sejalan dengan pemikiran Indrato Sumantoro bahwa Asbuton juga harus mampu mewakili pesona keindahan alam Pulau Buton, keramah tamahan penduduknya, tingginya adat istiadat, dan budaya Buton. Aspal Buton juga harus mampu mewakili kepribadian sumber daya manusianya yang profesional, mengutamakan keselamatan kerja, peduli terhadap alam lingkungan disekitarnya, dan juga dapat hidup berdampingan secara harmonis dengan masyarakat tempatan. Asbuton juga harus mampu mewakili jiwa dan semangat cinta tanah air yang bergelora dari para pahlawan, patriot, dan pejuang aspal Buton yang selama hampir seabad lamanya telah berdoa dan berikhtiar dengan ikhlas untuk menjadikan Asbuton sebagai "Tuan Rumah di Negeri Sendiri". Dan 65 yang paling penting dan utama adalah Asbuton juga harus mampu mewakili rasa nasionalisme seluruh rakyat Indonesia yang tinggi untuk menggantikan aspal impor yang selama ini telah "menjajah" Negeri kita ini dengan Asbuton. Masa depan Asbuton sebagai potensi kearifan lokal dalam perspektif diversifikasi sebagai sumber bahan bakar alternatif Masa depan Asbuton sebagai potensi kearifan lokal gambar 27, bukan saja dipandang dari sisi pengembangannya dengan kelimpahan bitumen yang begitu besar, namun dari sisi lain adalah bagaimana melestarikannya untuk hari esok suistanable tomorrow. Hal ini dapat dimaknai bahwa Asbuton sebagai kekayaan alam harus dapat dimanfaatkan untuk kemakmuran masyarakat dan menjadi daya saing bangsa Indonesia dalam persaingan global. Oleh karena itu, Asbuton diharapkan berdampak pada kemandirian bangsa melalui swasembada aspal nasional, peningkatan lapangan kerja, peningkatan pendapatan pemerintah pusat dan daerah, serta berbagai hal lainnya. Gambar 27. Deposit batuan aspal alam di Pulau Buton sebagai potensi kearifan lokal 66 Dalam renstra Asbuton oleh Puslitbang PUPR 2018, bahwa permasalahan yang dihadapi bukan saja dari sulitnya mendapatkan suplai Asbuton dengan kualitas yang dijanjikan, Namun beberapa kondisi lain seperti harga Asbuton yang jauh lebih mahal dibandingkan dengan aspal minyak, sulitnya metodologi pencampuran karena kondisi fisik Asbuton butir yang mudah berubah dan kapasitas penyedia jasa konstruksi yang tidak memadai untuk menggunakan Asbuton. Di sisi lain, produsen Asbuton butir memberikan jawaban yang fragmatis bahwa selama tidak ada kejelasan pasar dan besaran suplai, produsen mengalami kesulitan untuk menentukan strategi pemasaran untuk dapat memberikan pelayanan secara maksimal kepada pengguna. Sistem transportasi yang buruk dan distribusi dengan sekala kecil telah menjadi tantangan yang tidak pernah dapat dipecahkan oleh produsen Asbuton. Lebih lanjut dilaporkan bahwa beberapa persoalan lain, seperti lingkungan pertambangan yang tidak terkelola dengan baik, infrastruktur yang tidak mendukung efisiensi transportasi Asbuton dari lokasi produksi ke pelabuhan, biaya pelabuhan yang tinggi, dan kondisi sosial ekonomi masyarakat yang belum terbangun dengan baik. Persoalan-persoalan ini dapat menjadi tantangan masa depan Asbuton. Oleh karena itu, perlu ada pemetaan potensi Asbuton secara menyeluruh dengan mempertimbangkan kondisi lokal dan potensi lain yang perlu dikembangkan dalam rangka menjaga kelestarian Asbuton. Dalam perspektif geologi dan geofisika sebagaimana penelitian yang dilakukan oleh Arifin dan Naibaho 2015 mengungkapkan bahwa perlunya pemetaan geologi dan geofisika untuk mengetahui kondisi bawah permukaan, sehingga bisa mengetahui keterdapatan energi dan mineralnya, baik yang ada di daratan maupun di dasar laut. Pulau Buton dengan kelimpahan batuan aspal alamnya perlu ditelusuri secara pasti. Berdasarkan penyelidikan terdahulu aspal di daerah Buton ini ditemukan dalam lapisan sedimen yang termasuk pada satuan batuan Formasi Sampolakosa, Formasi Tondo dan juga Formasi Wapulaka Hadiwisastra, 2009. Keberadaan aspal dalam satuan batuan tersebut diatas terjadi sebagai akibat migrasi larutan aspal. 67 Sumber batuan yang menghasilkan aspal tersebut belum diketahui dengan pasti. Sebaran singkapan aspal tersebut terutama terdapat di daerah Kabungka dan Lawele di bagian selatan dan tengah dari Pulau Buton. Sejumlah resapan aspal juga ditemukan pada beberapa tempat di bagian tengah dan timur laut Pulau Buton Hadiwisastra, 2009. Kondisi geologi bawah permukaan di Pulau Buton dan sekitarnya memiliki karakteristik tersendiri untuk dikaji. Hal ini karena terdapat beberapa bagian pulau pulau kecil yang secara geologi merupakan bagian yang tidak terpisahkan. Di bagian timur Pulau Buton terdapat cekungan Buton Arifin dan Naibaho, 2015. Cekungan ini dibatasi oleh Laut Banda di bagian utara dan timur. Di bagian selatan berbatasan dengan laut Flores dan di bagian barat dengan punggungan tengah Pulau Buton Hadipandoyo dkk., 2005. Menurut Arifin dan Naibaho 2015 bahwa geologi di Pulau Buton memiliki struktur yang kompleks. Hal ini dapat di telusuri pada penelitian terdahulu bahwa Pola struktur geologi di Pulau Buton sangat dipengaruhi oleh kondisi tektonik yang terjadi dan berkembang di wilayah timur Sulawesi. Sebagai dampak proses tektonik tersebut mengakibatkan terbentuknya struktur geologi, seperti lipatan, sesar anjak, sesar normal, sesar geser mendatar, dan kelurusan Sidarto dan Syaiful Bachri, 2013. Sesar-sesar ini umumnya berarah timur laut barat daya di Buton Selatan, utara-selatan di Buton Tenggara dan barat laut-tenggara di Buton Utara. Sesar utama mempunyai arah sejajar dengan arah memanjangnya tubuh batuan pra-Tersier dan sumbu cekungan sedimen Miosen. Tektonik di daerah ini berkembang sejak Pra-Miosen Formasi Tondo dan berlanjut sampai Formasi Sampolakosa terendapkan. Pada Akhir Oligosen Mintakat Buton bertumbukan dengan Mintakat Sulawesi Tenggara yang menyebabkan terjadinya perlipatan kuat dan sesar naik pada batuan Pra-Miosen Surono, 2010. Kegiatan ini diikuti dengan rumpang sedimentasi hingga Miosen Awal. Pada Miosen Tengah termasuk Formasi Tondo, sedimentasi berlanjut hingga Pliosen dengan terendapkannya Formasi Sampolakosa. Kegiatan Tektonik pada Plio-Plistosen mengakibatkan terlipatnya batuan Pra-Pliosen dan mengaktifkan kembali sesar-sesar yang terbentuk sebelumnya. 68 Selanjutnya tatanan stratigrafi di Pulau Buton diawali dari Mesozoikum hingga Kuarter. Penyebaran batuan Mesozoikum Pra-Tersier terdapat di ujung utara dari Pulau Buton di sekitar Kalisusu, serta di Buton Selatan sekitar aliran Sungai Mukito. Batuan berumur Kuarter didominasi oleh satuan batu gamping terumbu, yang tersebar di bagian selatan dan tengah dari pulau Buton Tobing, 2005. Sejak ditemukannya batuan Aspal di Pulau Buton oleh ahli geologi Belanda, Hetzel, dimana menemukan deposit aspal alam di Pulau Buton pada tahun 1920. Dia menyelesaikan peta deposit aspal alam Buton pada tahun 1936 Arisona et al.,2016, Satyana, dkk., 2013 dan Widhiyatna dkk., 2007. Dari awal sejarah eksplorasi inilah penggunaan aspal alam di Pulau Buton tersebut beberapa waktu lalu, terutama digunakan sebagai bahan untuk pembuatan jalan, sedangkan sekarang dengan penggunaan teknologi terbaru aspal alam tidak hanya digunakan untuk kontruksi jalan, tetapi telah dicoba diekstraksi dengan teknologi pemisahan tertentu yang menghasilkan energi bahan bakar Hadiwisastra, 2009 dan juga konversi fraksi Asbuton menjadi fraksi bahan bakar Trisunaryanti, 2018. Sebagaimana penulis telah melakukan penelitian pemanfaatan briket batuan aspal dengan melakukan modifikasi campuran perekat menggunakan kulit mente sebagai bahan bakar alternatif dan telah mendekati nilai standar nasional SNI sekitar 4000 kkal/kg Arisona et al., 2014. Selain itu adanya penelitian yang mengarah pada penggunaan Asbuton sebagai bahan bakar roket padat atau biasa disebut sebagai propelan padat Nuryanto dan Sutrisno 2009. Namun masih tahap prototype melalui serangkaian proses dalam bentuk propellan gain, yang menghasilkan fuel-binder 15 % - 20 %, metal-fuel 2- 5 %, oksidator 75 - 80 % sebagai sumber oksigen dan additives lainnya 2- 5 %. Namun yang terpenting bahwa usaha pemanfaatan Asbuton sebagai bahan dasar yang strategis perlu mendapatkan dukungan dari pemerintah dan stakeholder yang terkait, sehingga kelestariannya sebagai produk kearifan lokal yang besar, dapat memberikan nilai tambah baik dalam bentuk modifikasi maupun blended material untuk menghasilkan produk yang bermanfaat bagi kesejahtreraan masyarakat. 69 Kelestarian Asbuton perlu dilakukan suatu inovasi melalui penguatan diversifikasi sebagai sumber bahan bakar yang sangat bermanfaat bagi pengadaan energi dunia, serta berperan strategis dalam mendukung ketahanan energi nasional Indonesia Trisunaryanti,2018. Perspektif Asbuton secara kimiawi merupakan siklus dari molekul hidrokarbon yang berpotensi sebagai cadangan energi dengan metode diversifikasi tertentu. Hal inilah yang sangat mendasari perlunya optimalisasi pemanfaatan Asbuton sebagai salah satu kearifan lokal yang tidak hanya milik masyarakat Buton, tetapi menjadi milik masyarakat Indonesia. Oleh karena itu, Asbuton bukan hanya dianggap sebagai income negara, namun dapat dimaknai sebagai cadangan energi bagi kebutuhan vital bagi masyarakat luas. 70 BAB 5 TELAGA ASPAL ALAM DI CEKUNGAN PULAU BUTON SEBAGAI DEPOSIT WARISAN LOKAL YANG LESTARI DAN PROSPEK GEOWISATA ALAM YANG MENAKJUBKAN PERSPEKTIF MASA LALU DAN MASA AKAN DATANG Telaga Aspal Alam Cekungan Buton Sebagai Warisan Yang Menakjubkan Telaga aspal alam yang terdapat di cekungan pulau Buton, pertama kali di selidiki oleh Hetzel tahun 1936 dan diklasifikasikan sebagai suatu lapisan homoklin yang tersingkap keluar dan tererosikan. Minyak yang mengalir secara perlahan-lahan membentuk suatu telaga pada tempat perembesan keluar dan fraksi ringannya telah menguap koesoemadinata, 1980. Gambar 28 menunjukan cross-section pada telaga cekungan pulau Buton. Banyak bukti-bukti yang dapat ditunjukkan bahwa telaga cekungan Pulau buton mengandung rembesan minyak, sebagaimana struktur perlipatan dan patahan yang di temukan dalam dinding sumur uji daerah tambang di Kabungka. Temuan lainnya adalah adanya kandungan minyak bumi di beberapa tempat mengandung gas belerang dan berviskositas kental yang mengalir keluar ke permukaan akibat tekanan tektonik didalam kerak bumi Pravianto, 2013. 71 Gambar 28. Penampang Geologi telaga asbuton pertama kali dibuat oleh Hetzel modifikasi dari koesoemadinata, 1980 Satuan morfologi daerah ini, tersusun dari batuan Formasi Tobelo, Formasi Tondo, dan Formasi winto, serta membentuk lereng-lereng yang terjal dengan kemiringan rata-rata lebih 35o .Menurut stratigrafi yang dibuat oleh Sikumbang dan sanyoto pada tahun 1995, formasi tersebut terdiri dari batu gamping dan endapan “Flysh” yang terdiri dari serpih, batu pasir, dan batu gampingan pasiran. Studi yang dilakukan oleh Hetzel pada Formasi Winto menyebutkan bahwa satuan formasi ini merupakan batuan tertua yang diduga berumur Trias Atas, dimana ditemukan adanya rembesan minyak pada batu gamping yang berbitumen. Berdasarkan penyelidikan terdahulu, endapan batuan aspal alam di cekungan pulau Buton ini, ditemukan dalam lapisan sedimen pada satuan batuan Formasi Sampolakosa, Formasi Tondo dan juga Formasi Wapulaka. Keberadaan aspal dalam satuan batuan tersebut di atas terjadi sebagai akibat migrasi larutan aspal. Sumber batuan yang menghasilkan aspal tersebut belum diketahui dengan pasti. Sebaran singkapan aspal tersebut terutama terdapat di daerah Kabungka dan Lawele di bagian selatan dan tengah dari Pulau Buton. Sejumlah resapan aspal juga ditemukan pada beberapa 72 Tempat di bagian tengah dan timur laut Pulau Buton. Jenis batuan yang terungkap di Pulau Buton sangat bervariasi demikian pula dengan umur batuannya yang mencakup mulai dari Mesozoik hingga Kuarter. Sebaran paling luas dari batuan Pra Tersier tersebut ditemukan di bagian ujung utara dari Pulau Buton di wilayah Kalisusu dan juga di sekitar aliran Sungai Mukito, Buton Selatan. Sedangkan batuan Kuarter yang didominasi oleh satuan batu gamping terumbu, tersebar terutama di bagian selatan dan tengah Pulau Buton. Hasil penelusuran berbagai penelitian geologi masa lalu menyebutkan bahwa cara terjadinya bitumen padat yang terdapat di Pulau Buton sampai sekarang belum terungkap dengan baik, umumnya masih bersifat hipotesis ataupun teori, dimana sumbernya adalah minyak bumi mentah yang terperangkap jauh dibawah pemukaan bumi. Batuan aspal buton yang terbentuk dari Batuan induk source rock merupakan batuan sedimen yang mengandung cukup material organik untuk menghasilkan hidrokarbon melalui proses pemanasan. Perubahan pada semua material organik dari binatang maupun tumbuhan yang terkandung dalam lapisan sedimen menjadi minyak, gas maupun batu bara terbentuk pada kondisi umum yang sama yaitu waktu, iklim dan tektonik. Perbedaan dalam menghasilkan pembentukkan minyak, gas, dan batu bara terjadi pada material dengan lingkungan berbeda. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa di cekungan Pulau Buton sulit sekali mencari jenis satuan Tersier sebagai batuan induk, karena hampir semuanya disusun oleh batu gamping, batu pasir, napal, maupun konglomerat yang tidak memungkinkan sebagai penghasil minyak. Kemungkinan batuan induk tersebut berasal dari batuan Pra-Tersier. Endapan batuan aspal alam di cekungan Pulau Buton terbentuk akibat proses tektonisme intensif menekan endapan hutan purba dan zat lainnya sehingga terjadi metamorfosis dari endapan zat organik tersebut Diharjo, 2017. Disamping itu, keberadaan batuan aspal disebabkan karena migrasi larutan aspal. Lapisan endapan ini khusus berada pada Formasi Sampolakosa, Formasi Tondo dan juga Formasi Wapulaka. 73 Sumber batuan yang menghasilkan aspal tersebut belum diketahui dengan pasti. Namun secara umum formasi pembawa lapisan yang mengandung bitumen aspal adalah gamping globerina yang berpori pori dan gamping terumbu dijenuhi batu pasir antara 10 sampai 30% bitumen. Kadar bitumen dan ketebalan endapan aspal ditentutakan oleh sifat-sifat batuan yang terimpregnasi dan sifat sifat lapisan penutup. Kekompleksitasan geomorfologi cekungan Pulau Buton sebagaimana yang telah dijelaskan di atas, bukan hanya di pandang dari deskrifsi proses pembentukannya, namun adanya fenomena alam yang sangat menakjubkan yang tidak dimiliki semua daerah yang ada di Bumi Nusantara Indonesia. Dari jejak masa lalu yang pertama kali dilakukan oleh Hetzel seorang geologi Belanda pada tahun 1924 hingga sekarang yang sudah mencapai delapan dekade, menjadikan produk lokal aspal alam atau yang dikenal saat ini sebagai Asbuton, sebagai ikon tersendiri dalam pengembangannya. Cekungan Pulau Buton di daerah patahan memberikan keunikan tersendiri dalam pemetaan geologi dalam Rupa Bumi Indonesia. Asbuton dapat ditemukan pada kedalaman seribu meter di bawah permukaan tanah, atau sekitar seperempat dari kelaziman Aspal yang mengendap di ambang kerak bumi ini berasal dari minyak yang terperangkap di lapisan batuan. Oleh karena itu, sumber daya geologi cekungan Pulau Buton berupa fenomena alam geologi yang indah, unik, langka, dan bernilai tinggi yang mungkin tidak dimiliki oleh daerah lain di Indonesia bahkan negara lain, tentunya perlu di lestarikan sebagai warisan lokal. Hal itu harus dijaga dengan baik sesuai dengan prinsip-prinsip Tujuan Pembangunan Berkelanjutan Sustainable Development Goals yang merupakan sasaran global untuk bertindak mengakhiri kemiskinan, melindungi planet, dan memastikan bahwa semua orang menikmati perdamaian dan kemakmuran, karena dengan menjaganya kelestarian sumber daya geologi dapat memberikan solusi bagi masyarakat dalam pembangunan dan tantangan saat ini Permadi dkk.,2019. Cekungan Pulau Buton secara spesifik merupakan satu bagian dari kepulauan Tukang Besi-Buton, dimana para ahli geologi berpendapat Kepulauan Tukang Besi-Buton ini sering bersentuhan 74 dengan Mandala Sulawesi Timur. Mandala Sulawesi Timur terdiri dari gabungan batuan ultramafik, mafik, dan malihan, sedangkan kepulauan Tukangbesi-Buton disusun oleh kelompok batuan sedimen pinggiran benua serta oleh batuan malihan berumur Permo-Karbon sebagai batuan alasnya. Kompleksitas dan keunikan struktur geologi serta morfologi cekungan Pulau Buton dan Pulau Sulawesi secara spesifik terbentuk dari hasil pertemuan tiga lempeng utama, yaitu bagian barat merupakan tepi tenggara Lempeng Benua Eurasia, bagian timur selatan oleh Lempeng Benua Australia dan bagian timur utara ditempati Lempeng Samudera Pasifik Nainggolan dkk., 2017. Fenomena keragaman geologi geodiversity ini, menjadikan cekungan pulau buton yang berpotensi untuk dijadikan geowisata. Tentu ini merupakan peluang untuk dikembangkan sebagai pariwisata dan solusi alternatif pemanfaatan potensi geologi secara ekonomis dan berwawasan lingkungan, yang sedikit berbeda dari pemanfaatan aset-aset geologi sebelumnya Hermawan, 2018. Kajian ini menarik jikalau potensi geodiversity yang dimiliki cekungan pulau Buton dapat dimanfaatkan untuk kegiatan pembangunan, sesuai arah kebijakan program pembangunan nasional yang memanfaatkan sumber daya alam seoptimum mungkin bagi kesejahteraan rakyat. Hal ini dapat dilakukan dengan memperhatikan pelestarian fungsi dan keseimbangan lingkungan hidup. Juga yang terpenting adalah memberdayakan potensi geodiversity yang dimiliki Pulau Buton sebagai sumber daya untuk pengembangan ilmu pengetahuan maupun mendukung pengembangan objek wisata alam beraspek geologi. Konsep ini sejalan dengan pembentukan geopark. Menurut Permadi dkk. 2019 bahwa Geopark Geology Park atau taman geologi merupakan konsep taman bumi yang memadukan unsur geologi, biologi, dan kultural atau budaya masyarakat yang telah berkembang dan beranekaragam dalam wadah tujuan yaitu edukasi, wisata, dan pelestarian lingkungan serta peningkatan pembangunan ekonomi berkelanjutan. Tentu dapat dipahami bahwa cekungan pulau Buton sebagai hasil bentukan dari interaksi lempeng dan pengaruh dari tenaga tektonik global yang terjadi ratusan juta tahun lalu. Menyumbangkan situs warisan rupa bumi yang unik. Kompleksitas geologi yang berkembang di cekungan tersebut, 75 tatanan tektonik, meninggalkan jejak-jejak perubahannya yang tergambar melalui roman muka bumi, jejak kehidupan masa lalu fosil, batuan, dan aspek-aspek geologi lainnya yang bernilai historis dan ilmiah tinggi. Potensi Asbuton Dalam Persfektif Pengembangan Masa Akan Datang Persfektif Pengembagan Asbuton Sebagai Material Aditif Dan Subitusi Masa yang akan datang, harga aspal minyak relatif semakin tinggi dan tergantung dari fluktuasi harga minyak bumi crude oil di pasar global. Hal ini dipahami bahwa minyak bumi sebagai bahan dasar pembuatan aspal minyak, dimana merupakan sumber daya alam yang tak dapat diperbaharui. Hal ini, tentu menjadikan Asbuton menjadi pilihan yang tepat untuk menggantikan aspal minyak dan untuk menutupi kekurangan material aspal secara nasional. Peluang ini merupakan salah satu alternatif yang menjanjikan adalah penggunaan aspal batu buton Asbuton yaitu sebagai bahan subsitusi aspal minyak. Pemanfaatan Asbuton diharapkan dapat mengurangi angka impor aspal minyak sekaligus dapat memanfaatkan kekayaan dalam negeri yang melimpah. Selain itu dengan dikembangkannya aspal lokal ini dapat membuka lapangan kerja lebih luas yang dapat menyerap banyak tenaga kerja. Menurut Kurniaji 2010, Indonesia memiliki deposit Asbuton sebesar 650 juta ton dan merupakan deposit aspal alam terbesar di dunia. Kajian lain yang dilakukan oleh Puslitbang Jalan dan Jembatan melaporkan bahwa cadangan Asbuton berkisar 622 hingga 677 juta ton atau setara dengan 170 juta ton aspal minyak. Potensi ini belum dimaksimalkan pemanfaatannya untuk menggantikan aspal minyak khususnya infrastruktur jalan, baik dalam bentuk Asbuton butir maupun Asbuton cair. Perkembangan Asbuton dalam pemanfaatannya mulai digunakan dalam pengaspalan jalan sejak tahun 1926. Penggunaan asbuton dinilai dapat meningkatkan daya tahan infrastruktur jalan dan jalan tol di Indonesia. Keunggulan 76 Asbuton antara lain disebabkan stabilitas perkerasan lebih tinggi jika dibandingkan dengan aspal minyak. Asbuton juga lebih tahan retak akibat cuaca maupun lingkungan Kurniaji, 2010. Seiring dengan perkembangan penduduk Indonesia, semakin tinggi akan kebutuhan mobilitas masyarakat. Kebutuhan mobilitas yang dimaksud adalah peningkatan jalan raya. Jalan raya dapat mempermudah masyarakat dalam melakukan perjalanan jalur darat untuk mengakses suatu lokasi dari lokasi yang lainnya dengan menggunakan alat transportasi darat. Untuk mendapatkan akses jalan yang bagus, jalan raya memerlukan peningkatan struktur perencanaan baik kuantitas maupun kualitas jalan yang memenuhi kebutuhan masyarakat. Pada umumnya jenis perkerasan yang dipakai di Indonesia adalah perkerasan lentur. Konstruksi perkerasan lentur yaitu perkerasan yang menggunakan aspal sebagai bahan pengikat Subono, 2011. Inovasi Asbuton yang patut di banggakan adalah munculnya bahan tambah campuran aspal yang dikenal dengan aditif, seperti polimer untuk menghasilkan campuran aspal yang tahan terhadap temperatur tinggi dan beban berat Trisunaryanti, 2018; Faizal, dkk., 2012. Sebagaimana yang dilaporkan Faizal dkk. 2012 bahwa jenis aspal campuran ini dikenal dengan nama Asbuton pra-campur. Asbuton pra-campur ini kemudian banyak dipasarkan pada daerah-daerah dengan yang membutuhkan kinerja perkerasan yang tinggi. Selain itu studi modifier aspal yang menghasilkan Biosurfaktan isolasi mikroba Asbuton bersifat ramah lingkungan, toksin yang rendah dan mudah terdegradasi di alam Yamin, 2012. Keinginan untuk mengoptimalkan penggunaan Asbuton, baik dari segi fungsinya dalam suatu campuran beraspal maupun dalam jumlah penggunaannya telah mendorong upaya ekstraksi Asbuton. Upaya ini memang dianggap cukup berhasil pada skala laboratorium, namun belum dapat dikatakan memiliki prospek ekonomi yang memadai untuk produksi skala pabrik maupun mini plant. Jika teknologi pemisahan asbuton dari mineralnya berhasil dilakukan, 77 maka Indonesia akan tercatat sebagai salah satu negara penghasil aspal dengan menggunakan potensi sumber daya alamnya. Persfektif Asbuton Emulsi Sebagai Material Ramah Lingkungan Green Materials Masa Depan Inovasi Asbuton yang patut diapresiasi adalah pengembangan Asbuton Emulsi. Penggunaan kata emulsi bermakna sebagai dispersi dari butian-butiran kecil droplet dari satu cairan ke dalam cairan lain. Emulsi dapat dibentuk oleh dua cairan yang tercampur, tetapi kebanyakan emulsi salah satu fasenya adalah air. Emulsi minyak dalam air atau oil in water O/W adalah di mana fase kontinu merupakan air dan fase dispersi droplet merupakan cairan minyak. Oleh karena itu, aspal emulsi dapat diartikan sebagai aspal cair yang dihasilkan dengan cara mendispersikan aspal keras bitumen ke dalam air atau sebaliknya dengan bantuan bahan pengemulsi. Aspal emulsi merupakan hasil dispersi bahan aspal semen dalam air secara merata dengan menggunakan emulsifier yang berfungsi mengikat molekul aspal dengan molekul air. Secara operasional penggunaan aspal emulsi lebih mudah, hemat bahan bakar dan ramah lingkungan dibandingkan penggunaan aspal keras Gambar 29. 78 Gambar 29. Contoh aplikasi aspal emulsi 2000 dalam Saulus, 2012 Alan 2011 mendeskrifsikan Asbuton emulsi bertipe O/W yang mengandung 40% - 75% aspal, 0,1% - 2,5% pengemulsi, 25% - 60% air ditambah beberapa komponen minor. Asbuton emulsi mempunyai kisaran ukuran diameter aspal 0,1-20 mikron yang disebut macro emulsions. Viskositas emulsi, khususnya pada perubahan viskositas emulsi selama penyimpanan, sangat dipengaruhi oleh fase internal air. Distribusi ukuran partikel dalam Asbuton emulsi dipengaruhi oleh resep Asbuton emulsi, mekanisme dan kondisi operasi dari manufaktur Asbuton emulsi Gambar 30. 79 Gambar 30. a kurva distribusi ukuran partikel Asbuton Emulsi b mikrostruktur Asbuton emulsi Alan, 2011 Ukuran partikel dan distribusi ukuran partikel terkecil Asbuton emulsi sangat mempengaruhi sifat fisik dari Asbuton emulsi, seperti viskositas dan stabilitas penyimpanan. Selain itu, ukuran partikel dan distribusi ukuran partikel terkecil Asbuton emulsi sangat mempengaruhi sifat fisik dari Asbuton emulsi, seperti viskositas dan stabilitas penyimpanan. Ukuran partikel yang lebih besar rata-rata menyebabkan viskositas emulsi yang lebih rendah, seperti halnya partikel yang luas. Ukuran partikel juga mempengaruhi kinerja emulsi. Sebagaimana yang di paparkan oleh Saulus 2012; Sarwono dkk 2013; dengan viskositas antara 0,5-10 Poise pada 60°C, Asbuton emulsi mempunyai viskositas jauh lebih rendah dari aspal itu sendiri 100-4000 Poise, yang memungkinkan untuk digunakan pada suhu yang lebih rendah. Teknik pencampuran Asbuton emulsi dengan suhu rendah untuk konstruksi dan pemeliharaan jalan raya menggurangi emisi, konsumsi energi, menghindari oksidasi 80 aspal, dan mempunyai tingkat bahaya yang lebih rendah dibandingkan dengan teknik pencampuran dengan suhu panas. Asbuton emulsi juga lebih ekonomis dan ramah lingkungan dari pada metode panas menggunakan cut back binders. Saulus 2012 dan Delman 2006 mendeskrifsikan keuntungan atau kelebihan dalam pemanfaatan Asbuton emulsi terhadap lingkungan sangat positif ketika digunakan ditempat atau disite area yang menghindari penggunaan energi dan emisi yang terkait dengan pemanasan, pengeringan, dan pengangkutan agregat. Pembangunan jalan dengan metode dingin diperkirakan mengkonsumsi sekitar setengah energi dari bearing capacity yang dibuat dengan hot mix asphalt. Pada dasarnya hot mix asphalt membutuhkan biaya operasional yang tinggi seperti pengunaan tenaga yang banyak dan peralatan yang mahal dan berimplikasi pada peningkatan harga campuran aspal secara menyeluruh. Sehingga perlu efisiensi dan salah satu alternatifnya adalah campuran aspal dingin atau yang dikenal dengan campuran aspal emulsi Dhani. 2012, Sarwono, 2013; Miswar,2016. Sebagai pengganti hot mix, pada campuran aspal emulsi digunakan suatu media yaitu air yang berfungsi sebagai katalisator. Karena air memiliki sifat non polar sedangkan aspal bersifat polar, maka diperlukan unsur lain yang mempunyai sifat keduanya sekaligus yaitu sifat polar dan non polar. Unsur yang memiliki sifat keduanya disebut unsur pengemulsi emulsifier atau agen pencampur flux agent. Teknik analisis dampak lingkungan AMDAL yang disebut "eko-efisiensi" telah diterapkan untuk teknik pemeliharaan aspal emulsi micro-surfacing dan chip segel dan disimpulkan bahwa penggunaan asbuton emulsi memiliki dampak lingkungan yang lebih rendah dibandingkan dengan penggunaan lapisan hot mix asphalt Miswar,2016, Ying, 210 . Masa depan Asbuton emulsi semestinya harus dilakukan secara berkesinambungan untuk mewujudkan 81 keberlanjutan lingkungan material tersebut. Sebagaimana isu pemanasan global global warming menjadi topik yang hangat diperbincangkan oleh masyarakat dunia. Eksploitasi batuan aspal alam sebagai kearifan lokal yang sangat penting dilestarikan, juga mengambil peran dalam meningkatnya pemanasan global. Salah satu cara untuk mengurangi dampak global warming adalah dengan melakukan konservasi energi, termasuk dalam pemanfaatan material asbuton dalam bentuk aspal modifikasi ataupun sebagai blendeed material yang mendukung konsep keberlanjutan material ramah lingkungan green material. Hal ini memberikan pemahaman bahwa Asbuton sebagai material alami harus diposisikan perannya dalam mengurangi dampak global warming. Peran ini tidak hanya dilihat dari dampak perubahan lingkungan, namun meliputi aspek aman terhadap kesehatan dan fungsi material secara ekologis yang mendukung pelestarian fungsi lingkungan Dewi, 2016. Pemanfaatan teknologi Asbuton emulsi sebagai green material, tentu diharapakan dapat mendukung kebijakan nasional dalam rangka peningkatan efisiensi energi, air dan material berbahan ramah lingkungan serta peningkatan pemanfaatan teknologi rendah karbon. Dan yang paling penting adalah bagaimana memberdayakan asbuton emulsi sebagai produk lokal, bisa memberikan kontribusi terhadap konsep hemat energi dan konsep green material, agar lestari dan menjadi warisan kekayaan alam untuk generasi masa akan datang. Persfektif Asbuton Sebagai Kearifan Lokal Dalam Pembelajaran Kontekstual Contextual Teaching Asbuton sebagai sumber kekayaan alam di cekungan Pulau Buton menyimpan catatan sejarah yang panjang dalam perjalanan eksplorasi geologi minyak dan gas bumi. Fenomena munculnya batuan aspal di cekungan Pulau Buton yang pertama kali ditelusuri oleh seorang geologi Belanda, Hetzel tahun 1936 Gambar 31, telah menarik perhatian berbagai kalangan, seperti peneliti geologi dan geofisika, akademisi, pemerintah, masyarakat lokal, maupun 82 dunia usaha, yang sampai saat ini masih menjadi kajian yang sangat menarik. Hal ini perlu ditransformasikan dalam suatu proses pembelajaran kontekstual contextual teaching, yang semestinya menjadi mata pelajaran muatan lokal Mulok pada kurikulum berbasis kearifan lokal di sekolah-sekolah untuk semua jenjang hingga Perguruan Tinggi. Konsep ini perlu di kembangkan sedini mungkin, agar pemanfaatan dan pengelolaan aspal Buton berkelanjutan dan lestari, sehingga pada akhirnya memberikan nilai tambah bagi kesejahteraan ekonomi masyarakat lokal, sekaligus mampu menekan seminimal mungkin potensi kerusakan alam, akibat eksploitasi batuan aspal buton. Oleh karena itu, disiplin ilmu geologi, geofisika dan pertambangan harus menjadi landasan utama dalam kebijakan pengelolaan asbuton dalam mendukung konservasi sumber daya alam berkelanjutan masa akan datang dan ekonomi berwawasan lingkungan. 83 Gambar 31. Peta Geologi cekungan Pulau Buton Hetzel, 1936 dalam Gorsel, 2012 84 Geologi Asbuton dalam pembelajaran kontekstual mempunyai ruang lingkup yang luas, karena didalamnya melibatkan studi tentang 1 Mineralogi, adalah ilmu yang mempelajari tentang mineral, cara mendeskripsi suatu mineral secara megaskopis melalui sifat fisiknya, seperti belahan, goresan, kilap dan sebagainya dan menentukan nama mineral dari hasil deskripsi tersebut. 2 Petrologi, adalah ilmu tentang batuan yang meliputi asal mula kejadiannya proses terbentuknya batuan tersebut, dan menjelaskan pula tentang lingkungan pembentukannya, serta penyebarannya baik di permukaan maupun di dalam bumi. 3 Paleontologi, merupakan ilmu tentang segala aspek kehidupan jaman dahulu, yaitu berupa fosil baik makro maupun mikro yang ditemukan dalam batuan. Paleontologi dapat digunakan untuk membantu dalam menentukan umur relatif dan lingkungan pengendapan serta menjelaskan perubahan-perubahan geologi sepanjang sejarah bumi. 4 Geologi Struktur, Adalah ilmu tentang bentuk dan geometri batuan sebagai kesatuan penyusun kulit kerak bumi serta proses-proses yang menyebabkan bentuk dan geometri tersebut 5 Geomorfologi, adalah ilmu tentang bentuk bentang alam dan proses-proses yang mempengaruhinya. Ilmu ini dapat membantu menentukan struktur geologi dan jenis batuan yang berkembang pada suatu daerah 6 Stratigrafi, sebagai ilmu yang memperlajari urut-urutan perlapisan batuan, serta proses-proses sepanjang sejarah pembentukan perlapisan batuan tersebut 7 Geologi Terapan, yaitu penerapan ilmu geologi untuk kepentingan manusia pada bidang tertentu, misalnya geologi pertambangan, geologi batu bara, geologi minyak dan juga geologi pariwisata atau lebih sering disingkat geowisata Hermawan, 2018 dan Ahman Syah, 2012. 85 Sejarah tektonik dan pertemuan lempeng mikrokontinen pada cekungan Buton yang berkembang meliputi Pulau Buton, Pulau Muna/Sulawesi Tenggara, dan kepulauan Tukang Besi Gambar 32 yang terlibat dalam suatu tumbukan ganda Davidson, 1991, yang di duga sebagai sumber terbentuknya batuan karbonat batuan reservoar yang mengandung hidrokarbon, seperti minyak bumi dan bitumen aspal dalam bentuk batuan. Jika dikaitkan dengan ilmu geologi modern, geologi Asbuton berhubungan erat dengan Dinamic Geology atau Physical Geology dan historycal geology. Dinamic Geology berkaitan dengan sebab-sebab atau proses-proses yang berhubungan dengan perubahan bumi atau dinamika bumi, sebagaimana geomorfologi cekungan Buton yang berkembang saat ini. Sedangkan Historycal Geology berkaitan dengan perubahan perubahan pada lapisan-lapisan bumi khususnya kerak bumi dari masa ke masa, dan hubungan antara perkembangan dunia organik dengan lapisan kulit kerak bumi. Ini dapat di telusuri dari endapan sedimentasi pada lapisan pembawa batuan aspal di cekungan pulau Buton. 86 Gambar 32. Pulau Buton dan Tukang Besi yang dipandang sebagai mikrokontinen yang bertumbukan di timur Indonesia dan terletak di lengan bagian tenggara sulawesi/SE Satyana, 2011 Keanekaragaman geologi geodiversity pembelajaran kontekstual asbuton perlu dikaitkan dengan kajian lapisan-lapisan bumi yang meliputi 1 Lithosfer, dengan objek kajian geologi berupa lapisan-lapisan batuan yang menyusun bumi; 2 Hidrosfer, dengan objek kajian geologi yang meliputi lapisan air; 3 Biosfer dengan objek kajian geologi pada lapisan tempat hidup organisme; 4 Atmosfer dengan objek kajian geologi berupa lapisan udara. Pembelajaran kontekstual Asbuton memberikan makna tersendiri terhadap keunikan dan keanekaragaman geologi pada cekungan Pulau Buton dalam meningkatkan kesadaran berwawasan lingkungan menuju upaya konservasi sumber daya aspal alam yang ada di Pulau Buton Gambar 33. 87 Kenampakan geologis permukaan bumi cekungan pulau Buton mendukung pemahaman lingkungan hidup secara holistik sebagai penghasil aspal alam terbesar di dunia dan keanekaragaman budaya sebagai warisan kearifan lokal. Gambar 33. Wilayah konservasi aspal alam Buton Lawele dan Kabungka Asbuton sebagai kearifan lokal, harus ditransformasikan dalam bentuk mengedukasi masyarakat tempatan di wilayah konservasi pertambangan aspal hingga menghasilkan komoditi unggulan yang bernilai ekonomi di pasar global. Fenomena geologi yang bearneka ragam dan daya dukung lingkungan di wilayah konservasi penambangan aspal perlu di lestarikan untuk aset masa depan masyarakat Sulawesi Tenggara khususnya dan masyarakat Indonesia pada umumnya. Ada empat komponen yang sangat mendasar dalam pembelajaran kontekstual di cekungan 88 Buton sebagai daerah penghasil bitumen aspal Gambar 34, meliputi Gambar 34. Skematik Pembelajaran Kontekstual Asbuton sebagai kearifan lokal 1 Struktur geologi yang berkembang saat ini Sebagaimana diketahui pada penjelasan sebelumnya bahwa Cekungan Pulau Buton syarat dengan struktur geologi, yang di tandai keberadaan aktivitas tektonik yang diduga masih aktif. Selain itu keberadaan kekar, sesar, dan lipatan di cekungan Pulau Buton mendukung teori keberadaan impregnasi aspal. Kandungan aspal ini pada umunya berada pada suatu lapisan formasi batuan utama, yaitu Formasi Sampolakosa, Formasi Tondo dan 89 Formasi Wapulaka. Keberadaan aspal dalam satuan batuan tersebut diatas terjadi sebagai akibat migrasi larutan aspal. Sumber batuan yang menghasilkan aspal tersebut belum diketahui dengan pasti dan masih menjadi kajian secara komprehensif bagi ahli geologi dan geofisika. 2 Topografi cekungan Pulau Buton Topografi sangat mempengaruhi kandungan bitumen aspal pada cekungan ini. Aspal batu Buton atau asbuton yang terdapat di Pulau Buton, memiliki sifat yang berbeda-beda tergantung di daerah mana asbuton tersebut diperoleh. Sampai saat ini dikenal ada dua daerah penambangan asbuton yang banyak dimanfaatkan hasilnya, yaitu di daerah Kabungka dan Lawele. Sifat dari kedua Asbuton tersebut berbeda, khususnya kandungan bitumennya. Menurut Nuryanto dan Sutrisno 2009 menyatakan kandungan bitumen aspal dari daerah Lawele sekitar 25-30% dengan kandungan didominasi silikat, sedangkan Kabungka 12-20% dengan kandungan karbonat yang sangat tinggi. Topografi di cekungan ini meliputi 1 Perbukitan terjal yang di dominasi oleh lapisan batuan formasi Tobelo, Tondo, dan Winto; 2 Perbukitan landai dan pada umumnya disusun oleh batuan dari formasi Wapulaka 3 Pendataran dan pada umumnya di dominasi oleh endapan aluvial. 3 Kandungan Mineral batuan aspal buton pada Cekungan Pulau Buton Umumnya partikel Asbuton terdiri dari mineral, bitumen, dan air, dan berwarna hitam kecoklatan, berpori, dan relatif ringan. Sedangkan bitumen tersebut merupakan senyawa hidrokarbon yang terjadi secara alamiah maupun hasil proses interaksi senyawa-senyawa non metal. Selain itu, karakteristik batuan aspal ini adalah mengandung mineral dan bitumen, yang bermanfaat sebagai bahan pengisi campuran mineral 90 lainnya dan pengikat perekat aspal untuk jalan. Asbuton berbentuk padat dan terbentuk secara alami akibat proses geologi. Proses terbentuknya asbuton berasal dari minyak bumi yang muncul melalui rekahan atau patahan ke permukaan menyusup di antara batuan yang porous. Pada umumnya kadar bitumen dan ketebalan endapan ditentukan oleh sifat-sifat batuan yang terimpregnasi dan sifat-sifat lapisan penutup. Diharjo dkk. 2017 melaporkan bahwa deposit batuan aspal alam terbanyak di Pulau Buton berada di wilayah Kabungka, Sampolawa dan Lawele. Selanjutnya Diharjo dkk. 2017, mengklasifikasikan dua jenis aspal dikawan tersebut yaitu aspal lunak dan aspal padat. Aspal lunak adalah aspal yang batuan induknya dari batupasir dan berada di Kawasan Lawele dan Kabungka. Karakteristik aspal ini, yaitu kadar bitumen yang tinggi dan digunakan untuk keperluan lapis resap pengikat Suaryana, 2013. Sedangkan aspal padat memiliki karakteristik batu gamping sebagai batuan induk, berwarna hitam kecoklatan, tahan terhadap air, dan elastis. Aspal ini digunakan sebagai bahan pengikat pada campuran beraspal untuk lapisan permukaan dan lapis perkerasan lentur Suaryana, 2018. Asbuton memiliki mineral lain dan mineral ikutan seperti nikel, mangan dan batu gamping Jamaluddin dan Emi,2018; Arisona et al.,2016; Rohmana dkk. 2009. Mineral ikutan ini sangat prospek digunakan untuk bahan pencampur dan subsitusi mineral lain, seperti semen, perlapisan bahan konkrit beton dan perlapisan perkerasan jalan. 4 Stratigrafi cekungan Pulau Buton sebagai pembawa batuan aspal Stratigrafi Pulau Buton merupakan salah satu daerah sedikit di dunia yang mempunyai kandungan aspal alam. Jenis batuan yang ada pada cekungan ini bervariasi dan memiliki kandungan bitumen aspal yang berbeda-beda 91 dari berbagai lapisan formasi, seperti Formasi winto, Formasi Ogena, Formasi Tobelo, Formasi Tondo, Formasi sampolakosa, Formasi Wapulaka, dan endapan aluvial Gambar 35. Tentang genesa dari keterdapan batuan aspal Buton, hingga saat ini terus menjadi kajian yang sangat menarik. Proses terjadinya bitumen padat yang terdapat di Pulau Buton sampai sekarang belum terungkap dengan baik, umumnya masih bersifat hipotesis ataupun teori, dimana sumbernya adalah minyak-bumi mentah yang terperangkap jauh dibawah pemukaan tanah Satyana et al., 2013 Arisona et al., 2016; Hadiwisastra,2009. 92 Gambar 35. Geologi Lembar Cekungan Buton dengan berbagai tipe formasi modifikasi dari Rohmana, 2014 93 DAFTAR PUSTAKA Arifin, L., dan Naibaho, T. 2016. Struktur Geologi Di Perairan Pulau Buton Selatan. Jurnal Geologi Kelautan, 133, 143-151. Affandi, F. 2010. Pengaruh asbuton semi ekstraksi pada campuran stone mastic asphalt. Jurnal Jalan-Jembatan, 271, 1–13. Affandi, F. 2011. Pengaruh Kandungan Mineral Buton dalam Campuran Beraspal. Pusat Litbang jalan dan Jembatan. Bandung Vol. 28 2. Audley-Charles, Ballantyne, dan R. Hall. 1988. Mesozoic–Cenozoic rift-drift sequence of Asian fragments from Gondwanaland. Tectonophysics, Vol. 155 1988, pp. 317–330. Arisona A., Nawawi, Mohd., Nuraddeen, Hamzah, M. 2016. A preliminary mineralogical evaluation study of natural asphalt rock characterization. Southeast Sulawesi Indonesia, Arabian Journal of Geosciences AJG, Vol. 9, No. 4, pp. 1 -9. Arisona, A., Nawawi, Mohd, Ishola, Safani, J., Nuraddeen, Safiuddin, 2016. A new perspective in the natural asphalt rock characterisation for determination of rock mineral in different type of a geological formations A case of Buton Island in Eastern Indonesia. GEOSEA XIV Congress and 45TH IAGI Annual Convention GIC2016 Trans Luxury Hotel, Bandung, Indonesia. Arisona, A., Anas, M., Musta, C. 2014. A Preliminary Study of Analysis and Characterization of Briquettes Quality on Asphalt Bitument from Buton Island as Alternative Fuel. Jurnal Aplikasi Fisika JAF, No. 1, pp. 17 – 25. 94 Alan, J. 2011. AkzoNobel Surface Chemistry LLC. Croton River Center, Brewster NY. Saulus, A. 2012. Ekstraksi Asbuton Dengan Metode Asbuton Emulsi Ditinjau dari Konsentrasi Pengemulsi dan Waktu Ekstraksi Menggunakan Emulgator Cocamide Dea. Surakarta Jurusan Teknik Sipil Universitas Sebelas Maret. Ardhyanto, D. 2012. Ekstraksi Asbuton Dengan Metode Asbuton Emulsi Menggunakan Emulgator Cocamide Dea Ditinjau dari Konsentrasi HCL dan Waktu Ekstraksi. Surakarta Jurusan Teknik Sipil Universitas Sebelas Maret. Ahman Sya, M. 2012. Geologi Pariwisata. Bandung Universitas BSI Press. Bettina, S., Ryan, Michael, Mark, M., Emma, Cock, Joanne, C. 2012. Parasites pitched against nature Pitch Lake water protects guppies Poecilia reticulata from microbial and gyrodactylid infections. Parasitology, pp 1772-1779. Davidson, 1991. The Geology and Prospective of Buton Island, Sulawesi, Indonesia. Proceedings Indonesia Petroleum Association, 20th Annual Convention, 209-233. Diharjo, Widodo, S., Budiman, 2017. Analisis Perbandingan Kadar Bitumen dan Kadar Air di Tambang A dan F Pada PT. Wika Bitumen Buton Sulawesi Tenggara. Jurnal Geomine, Vol. 5, No. 91, p. 29-34. Departemen Pekerjaan Umum. 2006. Pedoman Pemanfaatan Asbuton. Jakarta Buku 1 Umum. 95 Dairi, G. 1993. Review Pemanfaatan Asbuton sebagai Bahan Perkerasan Jalan, Review of Asbuton as Roads materilas Reserach Report. Institute of Road Engineering, Bandung–Indonesia. Dewi, 2016. Penerapan Aspek Green Material pada Kriteria Bangunan Ramah Lingkungan di Indonesia, Prosiding Temu Ilmiah Ikatan Peneliti Lingkungan Binaan Indonesia IPLBI. Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut Teknologi Nasional, Malang, ISBN cetak 978-602-17090-1-6, 179-186. De Smet, 1989 De Smet, A geometrically consistent plate tectonic model for eastern Indonesia, Netherlands Journal of Sea Research,in van Hinte, van Weering, Fortuin, Editors. Proceedings for Snellius II Symposium. Theme; Geology and Geophysics of Banda Arc and Adjacent Areas, Part I , Vol. 24, pp. 173–183. Delman, 2006. Asphalt Emulsion Technology. Washington, DC Transportation Research Board. Faizal,N., Yamin A., Hadisi. H, Gunarta S. 2012. Validasi Deposit serta Kandungan Bitumen Asbuton Untuk Beberapa Lokasi Konsensi Pertambangan. Penerbit Informatika–Bandung, ISBN 978-602-1514-28-3 ,jilid 1.,30p. Fortuin, De Smet, Hadiwasastra, S., Van Marle, Troelstra, and Tjokrosapoetro, S. 1990. Late Cenozoic sedimentary and tectonic history of south Buton, Indonesia. Journal of Southeast Asian Earth Sciences, Vol. 4 2, pp. 107–124. Gorsel, 2012. Bibliography of the geology of Indonesia and Surrounding Areas. In J. V. Gorsel, Bibliography of Indonesian Geology. 96 Hadiwisastra, S. 2009. Kondisi Aspal Alam dalam Cekungan Buton. Journal Riset Geologi dan Pertambangan, 191, p. 49-57. Hamilton, W. 1979. Tectonics of the Indonesian Region. Geological Survey Professional Paper 1078. Huang, Y. 2004. Pavement analysis and design. New Jersey, USA Prentice Hall. Hermawan, H. 2018. Geowisata Sebagai Model Pemanfaatan Kekayaan Geologi Yang Berwawasan Lingkungan. Jurnal online STP AMPTA Yogyakarta. Hermawan, H., & Ghani, 2018. Geowisata Solusi Pemanfaatan Kekayaan Geologi Yang Berwawasan Lingkungan. JURNAL SAINS Terapan STP SAHID 3. Hetzel, 1936. Enkele kritische aantekeningen bij een recente publicatie over de geologie van den Oost arm van Celebes. De Ingenieur in Nederlandsch-Indie IV, 4, p. 29-31. Hadipandoyo, S., Setyoko, Suliantara, Guntur, S., Riyanto, H., Saputro, Harahap, Firdaus, N. 2007. Kuantifikasi Sumberdaya Hidrokarbon Indonesia. Puslitbangtek Minyak dan Gas Bumi Lemigas, ISBN 978-979-8218-16-3, Jakarta. Indriyati, 2017. Pengaruh asbuton murni terhadap indeks penetrasi aspal. Jurnal Transportasi, 173, 185–192. Indrato, S. 2019. Aspal Buton “Full Ekstraksi”, Pengganti Aspal Minyak Impor. Indosiana, 97 Jamaluddin, J., dan Emi, 2018. Identifikasi Kandungan Unsur Logam Batuan Menggunakan Metode XRF X-Ray Flourescence Studi Kasus Kabupaten Buton. Jurnal Geocelebes, 22, 47-52. Koesoemadinata. 1980. Geologi Minyak dan Gasbumi. Edisi kedua, Jilid 2. Penerbit ITB. Kurniaji, A. 2014. Ekstraksi asbuton dengan pelarut berbasis bahan organik dan media air. Jurnal Jalan-Jembatan, 311, 12–23. Kurniaji. A. 2010. Kajian Ekstraksi Asbuton; Laporan Akhir Penelitian Dan Pengembangan Asbuton. Pusat Litbang Jalan. Bandung. Li, Y., Chen, J., Yan, J., Guo, N. 2018. Influence of Buton Rock Asphalt on the Physical and Mechanical Properties of Asphalt Binder and Asphalt Mixture. Advances in Materials Science and Engineering, Mery, I., Abdi, I., Heru, B., Nasikin, M. 2013. Asphalt production from asbuton rock by extraction using weak acid. Journal of Chemical Material Engineering, Vol. 1, pp. 35–42. Milsom, J., Thurow, J. and Roques, D. 2000. Sulawesi dispersal and the evolution of the northern Banda Arc. Ann. Conv. Indon. Petrol. Assoc., p. 495-504. Miswar, T. 2016. Uji Eksperimental Pada stabilitas Campuran Aspal Emulsi Yang Menggunakan Aspal Alam Buton Sebagai bahan Emulsifier, Nuryanto, A., dan Sutrisno. 2010. Aspal Buton Asbuton Sebagai Bahan Bakar Roket Padat. Jurnal Teknologi Dirgantara, 71, 36-45. 98 Nainggolan, Hermansyah, Wijya, 2017. Struktur Geologi Perairan Morowali-Teluk Kendari dari Hasil Interpretasi Penampang Migrasi Seismik 2D. Jurnal Geologi Kelautan, Vol. 15 1, 33-48. NCHRP. 2004. Guide for mechanistic-empirical design, Part 3, Chapter 3 Flexibe Design. Washington, National Research Council. PUSLITBANG. 2018. Jalan dan Jembatan, Badan Penelitian Dan Pengembangan, Kementerian Pekerjaan Umum Dan Perumahan Rakyat. Renstra Loka Litbang Asbuton 2015-2019, Pradani, N., Subagio, B., dan Rahman, H. 2011. Kinerja Kelelahan Campuran Beton Aspal Lapis Aus Menggunakan Material Hasil Daur Ulang Dan Polimer Styrene-Butadiene-Styrene. Transportasi, 113, 163–172. Pravianto, W. 2013. Kumpulan Teknologi asbuton, Kementerian PU, Badan Penelitian dan Pengembangan, Pusat Penelitian dan Pengembangan Jalan dan Jembatan. 978-602-264-0585-5, Bandung. Permadi, Sapari, Yustikasari, Awaludin, N., Shandra, 2019. Inventarisasi Potensi Geowisata di Provinsi Kalimantan Utara. Media Bina Ilmiah, 4, 2513-2520. Rohmana, Mulyana, T., dan Widaningsih, N. 2014. Penelitian Mineral Lain Dan Mineral Ikutan Pada Wilayah Pertambangan Di Kabupaten Buton Provinsi Sulawesi Tenggara. Pusat Sumber Daya Geologi, Bandung, Satyana, Irawan, C., Kurniawan, W. 2013. Revisit geology and geochemistry of Buton asphalt deposits, SE Sulawesi implications for petroleum exploration of Buton area. Proceedings, Indonesian 99 Petroleum Association, Thirty-Seventh Annual Convention & Exhibition, IPA13-G-170. Suryana, A., Tobing, 2003. lnventarisasi Endapan Bitumen Padat dengan Outcrop Drilling di Daerah Buton Selatan. Kolokium Hasil Kegiatan Inventarisasi Sumber Daya Mineral-DIM, TA. 2003. Suaryana, N., Susanto, I., Ronny, Y., Sembayang, 2018. Evaluasi Kinerja Campuran Beraspal dengan Bitumen Hasil Ekstraksi Penuh dari Asbuton. Media Komunikasi Teknik Sipil, Vol. 24 1, p. 62-70. Suaryana, N., Subagio, B., Kosasih, D., dan Sjahdanurlirwan. 2014. Pengembangan model korelasi antara modulus resilien dengan modulus dinamis untuk campuran stone matrix asphalt. Jurnal Teknik Sipil ITB, 212, 171–178. Satyana, Purwaningsih. 2011. Collision of Microcontinents With Eastern Sulawesi Records From Uplifted Reef Terraces and Proven-Potential Petrolum Plays. Proc. Indonesian Petroleum Association, IPA11-G-219 Susianto, S., Anindita, Altway, A., Afuza, A., Wena, Altway, A. 2016. Proses Katalitik Pirolisis Untuk Cracking Bitumen Dari Asbuton dengan Katalis Zeolit Alam, The 2nd Conference on Innovation and Industrial Applications CINIA 2016. Journal of preceedings series, Vol. 2 1, Surono. 2010. Geologi Lengan Tenggara Sulawesi, Publikasi Khusus, Badan Geologi. Bandung; KESDM. Sidarto dan Syaiful Bachri. 2013. Struktur Geologi dalam buku Geologi Sulawesi. Jakarta LIPI Press. 100 Sikumbang, N., Sanyoto, P., Supandjono, dan Gafoer, S. 1995. Peta Geologi Lembar Buton, Sulawesi Tenggara skala 1 Pusat Penelitian Dan Pengembangan Geologi. Smith and Silver, 1991. Geology of a Miocene collision complex, Buton, Eastern Indonesia. Geological Society of America Bulletin, 103, pp. 660–678. Suyanto, I. 2013. Analisis Data Resistivitas Dipole-dipole Untuk Identifikasi Dan Perhitungan Sumber Daya Asbuton Di Daerah Kabungka, Pasarwajo, Pulau Buton, Sulawesi Tenggara. Yogyakarta Universitas Gajah Mada. Satyana, 2011. Sulawesi where two worlds collided geologic controls on biogeographic Wallace's Line. Proc. Joint 36th HAGI and 40th IAGI Ann. Conv., Makassar, JCM2011-065, 16p. Subono, 2011. Karakteristik Marshall Campuran Asphalt Concrete AC Dengan Bahan Pengisi Filler Abu Vulkanik Gunung Merapi. Universitas Sebelas Maret Surakarta. Sarwono, D., Utama, Setyawan, A. 2013. Ekstraksi Asbuton Menggunakan Metode Asbuton Emulsi, Konferensi Nasional Teknik Sipil 7 KoNTekS 7. Universitas Sebelas Maret UNS Surakarta, Oktober 2013 PROSIDING, Vol. 1, 24-26,, ISBN 978-979-498-859-6, Geoteknik, Material, Struktur. Tobing, 2005. Prospek Bitumen Padat Pulau Buton, Propinsi Sulawesi Tenggara, Kolokium Hasil Lapangan. Sub Dit Batubara Direktorat Inventarisasi Mineral, Bandung. Tamrin. 2016. Analisis Kadar Air Dan Kadar Bitumen Aspal Buton Asbuton Desa Bungi Dengan Metode Sohklet. Makassar UIN Alauddin Makassar. 101 Trisunaryanti, W. 2018. Konversi Fraksi Aspal Buton Menjadi Fraksi Bahan Bakar. No. ISBN 978-602-386-088-3, UGM Press. Villeneuve, M., Martin, R., Bellon, H., Jean-Pierre, R., Jean-Jacques, C. 2010. Deciphering of six blocks of Gondwanan origin within Eastern Indonesia South East Asia. Gondwana Research, Elsevier, 3, Widhiyatna, D., Hutamadi, R., dan Sutrisno. 2007. Tinjauan Konservasi Sumberdaya Aspal Buton. Bulletin Sumber Daya Geologi, 44-51. Watkinson, I. M., Hall, R., and Ferdian, F. 2011. Tectonic re-Interpretation of Banggai-Sula-Molucca Sea Margin, Indonesia, The SE Asian Gateway History and Tectonic of The Australia-Asia Collision. Geological Societ, London, Special Publication. Wiryosujono, S. and Hainim, J. A. 1978. Cainozoic sedimentation in Buton Island. In S. Wiryosujono & eds. Regional Conf. Geology and Mineral Res. Southeast Asia, Jakarta 1975 GEOSEA 1, Indonesia Association. Geological IAGI, p. 109-119. Ying, M., Yin and Zhang, 2010. Research on High Temperature Rheological Characteristics of Asphalt Mastic with Indonesian Buton Rock Asphalt BRA. Journal of Wuhan University of Technology, 7. Yamin A. 2012. Ekstraksi Asbuton Dengan Mikroba Isolasi Mikroba Asbuton, Cetakan Ke-1. Penerbit Informatika-Bandung, No. ISBN 978-602-1514-08-5. 102 dan Emulsion 103 PROFIL PENULIS Arisona. Lahir di sebuah desa bernama Muara Sampara yang dikenal dengan nama Batu Gong di jazirah Konawe, Sulawesi Tenggara, pada tanggal 03 Desember 1972. Menamatkan Sarjana Pendidikan Fisika tahun 1996 di Universitas Halu Oleo Kendari dengan mendapatkan beasiswa Bakri Brother’s. Pada tahun 1998 melanjutkan pendidikan Pra-Magister dengan beasiswa Pra-Urge di ITB Bandung selama satu tahun di Jurusan Fisika. Pada tahun 2002 meraih gelar Magister Teknik dengan beasiswa DUE-Dikti pada jurusan Geofisika Terapan Institut Teknologi Bandung. Meraih gelar tahun 2018 di bidang Geophysical Exploration pada School of Physics, Universiti Sains Malaysia USM dengan beasiswa BPPLN Dikti. Ketertarikan pada batuan aspal alam di cekungan pulau Buton sebagai kearifan lokal telah di lakukan dalam penelitian magister dengan judul Karakteristik Fisis Asbuton Aspal Buton Berdasarkan Studi Resistivitas, Georadar, dan Gelombang Ultrasonik. Penulis juga telah mempublikasikan Aspal Buton pada jurnal internasional Arabian Journal of Geosciences AJGS terindeks ISI and Scopus Q2 berjudul A preliminary mineralogical evaluation study of natural asphalt rock characterization, southeast Sulawesi, Indonesia. Juga presentase makalah pada Asean Earth Resources and Geoscientist Role in AEC Era berjudul A new perspective in the natural asphalt rock characterisation for determination of rock mineral in different type of a geological formations A case of Buton Island in Eastern Indonesia. Serta publikasi di journal Nasional berjudul A preliminary study of Analysis and Characterize of Briquette Qualities on Asphalt Bitumen from Buton Island as Alternative Fuels; Physical Properties measurement of Buton Asphalt based on Resistivity methods; Determination of Physical Properties of the Buton Asphalt Based on Ultrasonic Wave Study. Selain itu, beberapa journal internasional yang telah dipublikasikan terindeks Scopus maupun Sinta yang berhubungan dengan Subsurface Geological Features Using Geophysical Tecniques. Ayah dari empat anak 104 ini, aktif sebagai Dosen Tetap pada Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknologi dan Ilmu Kebumian FTIK Universitas Halu Oleo, dan Mengajar pada S-2 IPA , FKIP Jurusan Pendidikan fisika UHO serta Universitas Terbuka UT. ResearchGate has not been able to resolve any citations for this has not been able to resolve any references for this publication. agregatadalah bahan utama yang digunakan untuk lapisan permukaan perkerasan jalan atau beton, agregat ini diperoleh dari hasil penambangan batu-batuan pada sungai-sungai yang ada di aceh tamiang dan daerah lainya, kemudian batu-batuan tersebut diproses melalui mesin perengkahan stone crusher yang menghasilkan beberap jenis agregat sesuai dengan Kamis, 17 Februari 2022 2202 WIB Ilustrasi pembuatan jalan aspal.[ Iklan Jakarta - Aspal atau bitumen adalah suatu cairan kental yang merupakan senyawa hidrokarbon dengan sedikit mengandung sulfur, oksigen, dan klor. Aspal berfungsi sebagai perekat antar agregat sehingga membentuk beton aspal. Beton aspal inilah yang digunakan sebagai struktur utama perkerasan apa saja jenis aspal dan fungsinya? Dilansir dari secara umum ada dua jenis aspal, yakni aspal alam dan aspal alamAspal alam adalah aspal yang berasal langsung dari alam tanpa melewati serangkaian proses pengolahan yang rumit. Aspal alam yang berbentuk batuan dapat diperoleh di Pulau Buton, Sulawesi Tenggara. Aspal alam yang bersifat plastis dapat ditemukan di Danau Pitch, Republik Trinidad. Sedangkan aspal yang memiliki wujud berada di sekitar perairan segitiga dengan segitiga Bermuda yang mengandung aspal murni, kandungan aspal yang terdapat di Pulau Buton dan Danau Pitch tidak murni dan tercampur dengan mineral yang buatan Iklan Aspal buatan adalah aspal yang terbuat dari minyak bumi yang diproses dengan metode tertentu yang relatif rumit. Proses pembuatan aspal biasa dilaksanakan di industri khusus pembuatan aspal. Umumnya, ada jenis aspal buatan yang sering digunakan di indonesia antara lainAspal Keras adalah aspal yang mempunyai tingkat Kekerasan yang tinggi. Penetrasi dari aspal Keras berkisar antara 60-80. Aspal keras ini biasanya digunakan untuk campuran hotmix perkerasan jalan Cair adalah aspal yang berbentuk cair. Aspal cair ini juga berfungsi sebagai bahan perkerasan jalan meliputi lapis resap pengikat primecoat dengan aspal tipe MC-30, MC-70 atau MC-250. Selain itu juga digunakan untuk lapis pengikat tack coat dengan tipe RC-70 atau RC-250. Aspal Emulsi adalah aspal yang berbentuk keras yang didispersikan ke dalam air atau aspal cair yang dikeraskan memakai bahan pengemulsi. Hasil dari proses tersebut adalah mengandung muatan listrik positif kationik, listrik negatif anionik, serta tidak bermuatan listrik nonionik. Kelebihan aspal emulsi dari aspal yang lain adalah mudah digunakan, memiliki daya ikat yang baik dan tahan terhadap cuaca. Adapun fungsi atau kegunaan aspal adalahBerfungsi untuk mengikat batu-batuan agar tidak terlepas dari permukaan jalan, baik disebabkan oleh beban lalu lintas maupun genangan berfungsi sebagai bahan pelapis jalan dan bahan pengikat berfungsi sebagai bahan pengisi ruang kosong yang terdapat di antara susunan agregat kasar, halus, dan AKBARBaca juga MotoGP 17,5 Persen Aspal Sirkuit Mandalika Akan Dikelupas dan Dilapisi UlangSelalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari di kanal Telegram “ Update”. Klik Update untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram lebih dulu. Artikel Terkait Perbaikan Tiga Titik Tol Cikampek, Jasa Marga Arah Jakarta dan Cikampek Beroperasi Normal 3 hari lalu Amerika-Iran Bantah Kesepakatan Nuklir Sementara 4 hari lalu Tak Sembarangan Mobil Boleh Gunakan Lampu Strobo, Ini Aturan Penggunaan Lampu Rotator 6 hari lalu Demo Buruh di Depan DPR & Patung Kuda Jakarta, Polisi Alihkan Arus Lalu Lintas 8 hari lalu Tiga Hari Long Weekend, Jasa Marga Catat 482 Ribu Kendaraan Tinggalkan Jabotabek 10 hari lalu Libur Panjang, Jasamarga Sebut Lalu Lintas Menuju Puncak Meningkat 13,23 Persen 10 hari lalu Rekomendasi Artikel Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini. Video Pilihan Perbaikan Tiga Titik Tol Cikampek, Jasa Marga Arah Jakarta dan Cikampek Beroperasi Normal 3 hari lalu Perbaikan Tiga Titik Tol Cikampek, Jasa Marga Arah Jakarta dan Cikampek Beroperasi Normal PT Jasa Marga melalui PT Jasamarga Transjawa Tol JTT memperbaiki tiga titik ruas Jalan Tol Jakarta-Cikampek Amerika-Iran Bantah Kesepakatan Nuklir Sementara 4 hari lalu Amerika-Iran Bantah Kesepakatan Nuklir Sementara Iran dan Amerika Serikat sama-sama membantah laporan bahwa kedua pihak mencapai kesepakatan sementara dalam program nuklir Teheran. Tak Sembarangan Mobil Boleh Gunakan Lampu Strobo, Ini Aturan Penggunaan Lampu Rotator 6 hari lalu Tak Sembarangan Mobil Boleh Gunakan Lampu Strobo, Ini Aturan Penggunaan Lampu Rotator Penggunaan lampu strobo atau lampu rotator ada aturannya. Siapa saja yang boleh menggunakannya? Demo Buruh di Depan DPR & Patung Kuda Jakarta, Polisi Alihkan Arus Lalu Lintas 8 hari lalu Demo Buruh di Depan DPR & Patung Kuda Jakarta, Polisi Alihkan Arus Lalu Lintas Polisi mengalihkan lalu lintas di sejumlah ruas jalan akibat adanya unjuk rasa atau demo buruh dengan massa yang cukup banyak di depan gedung DPR/MPR. Tiga Hari Long Weekend, Jasa Marga Catat 482 Ribu Kendaraan Tinggalkan Jabotabek 10 hari lalu Tiga Hari Long Weekend, Jasa Marga Catat 482 Ribu Kendaraan Tinggalkan Jabotabek PT Jasa Marga mencatat 482 ribu kendaraan meninggalkan Jabotabek selama periode 31 Mei hingga 2 Juni 2023 atau selama masa long weekend Hari Lahir Pancasila dan Waisak 2023. Libur Panjang, Jasamarga Sebut Lalu Lintas Menuju Puncak Meningkat 13,23 Persen 10 hari lalu Libur Panjang, Jasamarga Sebut Lalu Lintas Menuju Puncak Meningkat 13,23 Persen Jasamarga Metropolitan Tollroad mecatat peningkatan volume lalu lintas di Gerbang tol GT Jabotabek dan Jawa Barat pada 1-2 Juni 2023 atau ketika momen libur panjang Harlah Pancasila dan Waisak 2023. Koalisi Pejalan Kaki Cerita Kenapa Simpang Santa Macet saat Trotoar & Jalur Pesepeda Dibongkar 10 hari lalu Koalisi Pejalan Kaki Cerita Kenapa Simpang Santa Macet saat Trotoar & Jalur Pesepeda Dibongkar Relawan pejalan kaki, Yuniarzein berkomentar soal ramai-ramai kemacetan di Simpang Santa, Jakarta Jakarta Selatan. Polisi Siapkan Strategi Pengamanan Acara Formula E 2023, 215 Personel Gabungan akan Diterjunkan 10 hari lalu Polisi Siapkan Strategi Pengamanan Acara Formula E 2023, 215 Personel Gabungan akan Diterjunkan Polisi telah menyiapkan strategi pengamanan gelaran balap Formula E 2023. Sebanyak 215 personel gabungan akan dikerahkan. AS Wajibkan Seluruh Mobil yang Dijual Punya Fitur Rem Darurat Otomatis 11 hari lalu AS Wajibkan Seluruh Mobil yang Dijual Punya Fitur Rem Darurat Otomatis Sistem rem darurat otomatis dapat menghindari tabrakan keras atau setidaknya bisa mengurangi cedera yang ditimbulkan dari tabrakan. Polda Jabar Kembali Berlakukan Tilang Manual, Pastikan Tak Ada Razia 11 hari lalu Polda Jabar Kembali Berlakukan Tilang Manual, Pastikan Tak Ada Razia Polda Jawa Barat resmi memberlakukan kembali tilang manual sejak Kamis, 1 Juni 2023. TerasJurnal, Vol.6, No.2, September 2016 P-ISSN 2088-0561 E-ISSN 2502-1680 Penggunaan Abu Batu Bara Sebagai Filler Pada Campuran Aspal Beton A C-BC Pengertian Dan Fungsi AspalAspal merupakan salah satu jenis material yang paling familiar karena sangat sering terlihat ketika kita melewati jalan raya di lingkungan sekitar bangunan dari jenis aspal memang acapkali digunakan dalam sebuah proyek konstruksi jalan atau sirkulasi, seperti halnya beton maupun paving segi definisinya, aspal adalah sebuah senyawa hidrokarbon yang dipadu dengan senyawa sulfur, oksigen dan klor di dalamnya, di mana diproduksi dan dikelola dari bahan alam berupa minyak utama aspal adalah sebagai bahan pengikat dan pelapis permukaan tanah yang penggunaannya dicampur dengan senyawa lain seperti bitumen dan di praktek lapangan, bahan jenis aspal akan mengikat batuan dan komponen lain agar tidak terlepas dari permukaan yang berfungsi sebaga pengikat ini memang mendominasi karena sifat alami jenis aspal yang dapat mencair bila dipanaskan dan membeku bila suhu aspal sudah Aspal Berdasarkan Proses PembuatannyaJenis aspal sendiri bermacam-macam, ada aspal dari alam, aspal buatan hasil distilasi hingga aspal yang ini adalah penjabaran dari masing-masing jenis aspal Aspal AlamMaterial aspal yang berasal dari alam didapat dari proses alami, baik dari gunung aspal maupun dari batuAspal gunung juga sering disebut dengan aspal batu. Di Indonesia, sumber daya alam aspal terbesar didapat dari pulau Buton yang gunung aspalnya dikenal dengan sebutan asbuton. Batuan aspal memiliki kanungan antara 12% hingga 35% aspal dari massa keseluruhan. Pemakaian aspal dari batuan harus mengalami proses ekstraksi yang kemudian dicampur dengan minyak danauSedangkan di belahan dunia lain, aspal danau akan banyak ditemukan di pulau Trinidad dan Venezuela yang aspalnya memiliki campuran mineral, bitumen serta bahan organik lain. Angka penetreasi dari jenis aspal danau memiliki tingkat yang rendah dan titik lembek yang cukup tinggi. Oleh sebab itu penggunaan aspal danau akan dicampur dengan aspal keras agar mendapatkan tingkat penetrasi yang Aspal Hasil DistilasiAspal buatan dari hasil distilasi merupakan proses penyulingan minyak ini merupakan proses di mana terjadinya pemisahan berbagai macam fraksi dari minyak mentah setiap tingkat temperature tertentu dari proses distilasi akan dihasilkan berbagai macam produk berbasis jenis aspal yang dihasilkan dari proses distilasi antara lainAspal cairProduksi jenis aspal cair didapat dari melarutkan aspal keras dengan pelarut berbasis minyak yang didapat dari proses distilasi. Aspal cair dibedakan menjadi aspal cair cepat mantap rapid curing yang bahan pelarutnya cepat menguap, aspal cair mantap sedang medium curing yang pelarutnya tidak begitu cepat menguap dan aspal cair lambat mantap slow curing yang bahan pelarutnya lambat menguap dengan bahan pelarut kerasMerupakan hasil residu dari proses destilasi sederhana dari fraksi ringan yang terkandung dalam miyak bumi. Residu ini dihasilkan dari destilasi hampa pada suhu 480o C atau bervariasi, tergantung dari sumber minyak mentah yang emulsiAspal jenis ini dihasilkan dari proses emulsi aspal keras di mana proses tersebut merupakan proses pemisahkan dan pendispersian partikel aspal keras di dalam air yang sudah mengandung emulsifer. Jenis emulsifer yang digunakan akan mempengaruhi jenis dan kecepatan pengikatan aspal emulsi yang nantinya akan dihasilkan. Hasil dari aspal emulsi tersebut terdapat tiga jenis, antara lain aspal emulsi non ionic bersifat netral, aspal emulsi kationik memiliki ion positif dan aspal emulsi anionic memiliki ion negatif.C. Aspal ModifikasiModifikasi bahan aspal didapat dengan mencampur aspal keras dengan bahan campuran tambahan yang populer digunakan adalah polymer hadala, sehingga bahan aspal modifikasi ini sering disebut dengan aspal polimer ini dibedakan menjadi dua jenis yaituAspal polymer plastomerPenambahan bahan polymer pada aspal berfungsi untuk meningkatkan sifat fisik campuran aspal dan sifat rheologinya. Jenis polymer plastomer yang banyak digunakan adalah EVA Ethylene vinyle acetate, Polyethilene dan polymer elastomerAspal jenis ini sering digunakan sebagai campuran aspal keras karena dapat memperbaiki sifat rheologi aspal yang meliputi penetrasi, kekentalan, titik lembek dan elastisitas aspal keras. Aspal polymer elastomer jenis SBS Styrene butadiene sterene, SBR Styrene butadiene rubber, SIS Styrene isoprene styrene dan karet hadala adalah yang umum digunakan sebagai pencampur penambah aspal keras. Penambahan tersebut harus melewati uj laboratorium karena jika berlebihan akan menimbulkan efek negatif pada Mencari Jasa Pengaspalan Jalan?Asiacon telah berpengalaman mengerjakan pengaspalan jalan & hotmix, hubungi kami untuk informasi lebih lanjut!Chat Via WAsource Jenis Aspal Hotmix, Jenis Aspal Jalan Raya, Pengertian dan Jenis – Jenis Aspal BeliBatu Aspal Online harga murah terbaru 2022 daerah Jakarta Barat di Tokopedia! ∙ Promo Pengguna Baru ∙ Kurir Instan ∙ Bebas Ongkir ∙ Cicilan 0%. Website tokopedia memerlukan javascript untuk dapat ditampilkan.
To read the full-text of this research, you can request a copy directly from the authors.... Lapisan perkerasan dengan aspal beton ini memiliki kelebihan yaitu memiliki stabilitas perkerasan yang tinggi. Menurut Sugeha dalam Cahyono, et al, 2021, aspal beton AC atau biasa dikenal dengan laston lapisan aspal beton adalah lapisan permukaan yang terdiri dari laston sebagai lapisan tahan aus. Di mana laston terbuat dari agregat kelas kasar yang terdiri dari pasir dan campuran aspal keras, kemudian diaspal dan dipadatkan dalam keadaan panas suhu tertentu ...Pemanfaatan Limbah Abu Batu bara sebagai filler pada campuran LastonA L R SugehaE SulandariR S SuyonoSugeha, A. L. R., Sulandari, E., & Suyono, R. S. Pemanfaatan Limbah Abu Batu bara sebagai filler pada campuran Laston. Jurnal Mahasiswa Teknik Sipil Universitas Tanjungpura, 53.
adminAgustus 28, 2019 Science and Nature Komentar Dinonaktifkan pada Benarkah Berlian Terbuat dari Batu Bara? - Views. Related Articles. 5 Hewan Darat yang Pandai Berenang - Kompas.com - KOMPAS.com. November 30, 2021.
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas. Aspal adalah bahan bangunan yang umum digunakan dalam pembangunan jalan, trotoar, berbagai jenis konstruksi, terutama dalam pembangunan jalan raya, dan fasilitas infrastruktur lainnya. Material ini juga sering digunakan untuk atap, tahan air, serta aplikasi konstruksi lainnya. Namun, sebelum aspal dapat digunakan, diperlukan bahan baku aspal yang harus diolah terlebih Bahan Baku AspalDilansir dari Bahan baku pembuatan aspal bervariasi tergantung pada jenis aspal yang ingin dibuat, namun secara umum berikut adalah beberapa bahan baku yang digunakan dalam pembuatan aspal1. Minyak BumiMinyak bumi adalah salah satu bahan baku aspal yang paling umum digunakan. Minyak bumi mengandung senyawa hidrokarbon yang dapat diubah menjadi aspal melalui proses pengolahan yang tepat. Aspal alam diperoleh dari hasil pengolahan minyak bumi Minyak bumi memiliki sifat yang mudah terbakar, sehingga harus diolah dengan Alam Aspal alam adalah jenis aspal yang berasal dari alam, terbentuk melalui proses alami dari endapan alamiah yang berada di bawah permukaan bumi. Aspal alam dapat ditemukan di beberapa wilayah di dunia seperti Timur Tengah, Amerika Selatan, Afrika, dan Asia Tengah. Aspal alam terdiri dari campuran hidrokarbon alifatik, aromatik, dan heterosiklik, yang berbeda-beda tergantung pada sumbernya. Kandungan mineral dan logam yang terkandung dalam aspal alam juga berbeda-beda tergantung pada dari penggunaan aspal alam adalah sifatnya yang dapat didaur ulang, ramah lingkungan, dan biaya produksinya lebih murah dibandingkan dengan aspal sintetis. Namun, kekurangannya adalah sifat perekatnya yang relatif lemah dibandingkan dengan aspal sintetis, dan kualitasnya yang bervariasi tergantung pada sumbernya. Oleh karena itu, perlu dilakukan pengujian dan pemilihan aspal alam yang tepat untuk memastikan kualitas konstruksi yang baik2. Batu BaraBatu bara bukanlah bahan baku aspal yang umum digunakan dalam pembuatan campuran aspal-agregat. Bahan baku aspal yang umum digunakan adalah minyak mentah atau petroleum, meskipun ada beberapa jenis aspal yang dibuat dari bahan baku non-minyak seperti aspal demikian, terdapat penelitian yang mencoba menggabungkan batu bara dengan aspal dalam produksi campuran aspal-agregat. Salah satu penelitian yang dilakukan di India menggunakan batu bara sebagai filler untuk campuran aspal-agregat, dengan penggunaan batu bara mencapai 40% dari total filler yang digunakan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan batu bara dalam campuran aspal-agregat dapat meningkatkan kekuatan dan stabilitas campuran, serta mengurangi biaya produksi karena batu bara lebih murah daripada filler konvensional seperti serbuk batu kapur atau fly ash. Namun, penggunaan batu bara dalam produksi campuran aspal-agregat juga memiliki beberapa kelemahan, seperti potensi untuk meningkatkan emisi gas rumah kaca dan polusi udara, serta risiko kebakaran yang tinggi karena sifat batu bara yang mudah terbakar. Oleh karena itu, sebelum menggunakan batu bara sebagai filler dalam campuran aspal-agregat, perlu dilakukan evaluasi dan pengujian yang cermat untuk memastikan kualitas dan keamanan campuran tersebut3. PasirPasir digunakan sebagai bahan tambahan dalam pembuatan aspal. Pasir membantu mengurangi viskositas aspal dan meningkatkan daya tahan aspal terhadap suhu yang tinggi. Pasir juga membantu mencegah aspal dari meleleh pada suhu yang tinggi. Untuk ini yang sering digunakan adalah pasir silika sebagai bahan pengisi dalam pembuatan aspal. Pasir ini memberikan kekuatan dan daya tahan pada aspal4. Kerikil dan AgregatKerikil dan agregat juga digunakan sebagai bahan pengisi dalam pembuatan aspal. Bahan ini membantu meningkatkan kekuatan dan ketahanan Karet Sintetis 1 2 3 Lihat Nature Selengkapnya
  • Слю ρο ոሴуմጩβխп
  • Θврυճ ቤейըልሕбиռе
Aspalberasal dari alam atau dari pengolahan minyak bumi. Aspal atau bitumen adalah suatu cairan kental yang merupakan senyawa hidrokarbon dengan sedikit mengandung sulfur, oksigen, dan klor. Aspal sebagai bahan pengikat dalam perkerasan lentur mempunyai sifat viskoelastis. Aspal tampak padat pada suhu ruang padahal adalah cairan yang sangaaat kental. VO1o.
  • eybk7nr0nf.pages.dev/196
  • eybk7nr0nf.pages.dev/452
  • eybk7nr0nf.pages.dev/44
  • eybk7nr0nf.pages.dev/280
  • eybk7nr0nf.pages.dev/571
  • eybk7nr0nf.pages.dev/189
  • eybk7nr0nf.pages.dev/40
  • eybk7nr0nf.pages.dev/424
  • aspal terbuat dari batu bara